Petapa Petapa Sakti


ANEKA MACAM PERTAPA INDIA

Sesekali mari kita belajar –agar ada pengkayaan wawasan mistik — dengan membandingkan bagaimana kehidupan para pertapa di pegunungan Himalaya. Pegunungan tertinggi di dunia yang puncaknya ditutupi oleh es abadi tersebut tepat terletak di sebelah utara India dimana aliran sungai suci Gangga bersumber dari sana. Banyak pertapa memilih menetap dan melakukan berbagai pertapaan berat di berbagai sudut pegunungan.
Dalam upayanya untuk mencapai tujuan hidup rohaniah, beberapa umat Hindu memilih jalan monastisisme (sanyāsa). Kaum monastik ini berkomitmen untuk hidup bersahaja, tidak menikah, menjauhi perkara duniawi, dan memusatkan pikirannya pada Tuhan. Rahib hindu disebut sanyāsī, swāmi atau sadhu. Rahib hindhu perempuan disebut sanyāsini, sadhavi, atau swāmini. Mereka sangat dihormati dalam masyarakat Hindu, karena cara hidup mereka yang menghindari sikap mementingkan diri sendiri dan perkara duniawi menjadi inspirasi bagi para kepala rumah tangga yang memperjuangkan renunsiasi mental.
Beberapa pertapa hidup dalam biara/asrama, yang lainnya mengembara dari satu tempat ke tempat lain, menggantungkan hidup pada anugerah Tuhan belaka. Mendermakan makanan atau keperluan lain kepada para sadhu diyakini umat Hindu sebagai suatu kebajikan besar. Para sādhu harus diperlakukan dengan penuh rasa hormat dan welas asih, baik oleh orang miskin maupun orang kaya, orang baik ataupun orang jahat. Mereka juga tidak boleh berbeda sikap terhadap pujian, umpatan, kesenangan, dan penderitaan. Seorang sādhu biasanya dapat dikenali dari pakaiannya yang berwarna jingga. Umumnya para rahib Waisnawa menggunduli kepala mereka kecuali di area kecil pada belakang kepala mereka, sedangkan para rahib Saiwa membiarkan rambut dan janggut mereka tumbuh panjang.
Seorang sadhu biasanya dilarang untuk: memiliki harta benda pribadi kecuali sebuah mangkuk, sebuah cawan, dua setel pakaian dan alat-alat bantu kesehatan semisal kacamata; berhubungan, memandangi, memikirkan, bahkan berdekatan dengan wanita; makan demi kesenangan; memiliki atau bahkan menyentuh uang atau barang-barang berharga lainnya dalam bentuk dan cara apa pun;    menjalin hubungan-hubungan yang bersifat pribadi.
Di pegunugan himalaya, terdapat ashrama-ashrama dan kemah sederhana para yogi, sadhu dan orang suci. Masyarakatnya di dominasi oleh kaum petani kecil dengan kehidupan yang sangat sederhana dan umumnya mereka sangat spiritualis. Para wisatawan, pendaki gunung dan peziarah dengan mudah kita temui setiap harinya terutama di sekitar jalur utama berliku dan terjal yang masih bisa di lewati oleh kendaraan umum.
Pegunungan Himalaya yang dipenuhi oleh para Yogi, Sadhu, Rahib, dan orang-orang suci dari berbagai perguruan dan agama ternyata juga dipenuhi oleh banyak penipu spiritual. Para penipu ini berpenampilan tidak ubahnya seperti halnya orang suci, atau yogi dan mengais rezeki dengan cara menerima santunan dari para peziarah dan tidak segan-segan melakukan tipu muslihat tertentu agar mendapatkan keuntungan material. Tentunya jika kita adalah spiritualis sejati, kita akan dapat membedakan para penipu ini dengan para sadhu suci dengan merasakan ‘getaran spiritualnya’.
Mungkin kita akan bertemu dengan monyet yang menarik-narik baju kita dan menuntun kita ke suatu tempat dengan berbagai bahasa isyaratnya. Monyet tersebut akan menggiring kita ke sebuah pohon dan menunjuk-nunjuk ke arah atas. Jika di atas pohon tersebut terdapat rumah pohon dan menemukan petapa duduk di sana, maka itu adalah “Vrksha Vasi Baba”, yaitu orang suci yang tinggal di atas pohon dalam usahanya melakukan penebusan dosa. Sang peziarah yang melemparkan buah atau makanan ke orang suci tersebut akan membagikan kembali makanan yang diberikan setelah di berkati untuk peziarah, monyet yang menuntun peziarah tersebut dan bagian lainnya barulah dia makan sendiri.
“Ekahari Baba” adalah orang suci yang hanya makan satu kali saja setiap hari dan hanya memakan satu jenis buah-buahan setiap makan. Menurutnya, pikiran kita hanya didesain untuk berpikir satu hal setiap satu satuan waktu, kaki kita hanya bisa berjalan satu arah saja dan demikian juga pencernaan kita akan lebih optimal jika hanya mengkonsumsi satu jenis makanan saja setiap kali makan. Dia mengatakan bahwa mahluk lain selain manusia pada dasarnya hanya memakan satu jenis makanan saja setiap harinya dan mereka tetp sehat dan bugar, hanya manusialah yang mengatasnamakan perkembangan selera mencampur berbagai jenis makanan sekaligus. Hal itu mempengaruhi sistem pencernaan dan mengundang berbagai penyakit. Jadi menurutnya, rahasia hidup sehat dan bahagia adalah dengan makan satu macam makanan saja setiap kalinya, cukup istirahat dan Yoga. Penjelasannya ini memang terbukti dari penampilannya sendiri yang kelihatan bugar dan kekar walaupun umurnya sudah tidak muda lagi.
Di lain tempat mungkin kita akan menyaksikan para praktisi yoga yang dengan asyiknya tidur di atas papan berisi paku tajam, berdiri dengan satu kaki, masuk ke dalam kobaran api dan berbagai jenis kegiatan yang memperlihatkan kekebalan tubuh mereka. Mereka ini adalah para pengikut “Hatta Yoga”.
Disamping para babaji yang sibuk dengan sadhana mereka, di sekitar pegunungan Himalaya juga terdapat banyak kuil-kuil dan tempat-tempat suci yang memiliki sejarah menarik dalam penurunan dan penyebaran ajaran Veda. Ashram-ashram penting tempat berlangsungnya proses belajar mengajar filsafat Veda juga banyak bertebaran disana. Salah satunya adalah Ashram Parmanrthniketan di Rsikesha dan Ashram Swami Shardananda yang memiliki koleksi Catur Veda, Purana dan Upanisad yang sangat lengkap. Para anggota ashram juga terbiasa melakukan debat filsafat (shastrarth) di antara mereka setiap hari sabtu. Mungkin dengan adanya ashram-ashram seperti inilah ajaran Veda masih tetap eksis dan terjaga autentikasinya meskipun India sempat dikuasai penjajah Muslim dari abab ke 11 sampai abad ke 19 dan sangat banyak bangunan-bangunan suci bersejarah dan pustaka-pustaka Veda dihancurkan, serta banyak para sadhu dan sarjana Veda dibunuh, namun ajaran Veda masih tetap eksis.
Penduduk India yang berhasil di konversi menjadi Muslim selama sembilan abad penjajahan tersebut tidak lebih dari 10%. Demikian juga pada masa penjajahan Inggris, yang ditunggangi oleh para kaum misionaris berusaha keras memusnahkan Hindu dan mengajarkan agama Kristen dengan cara yang lebih “elegan” dibandingkan penjajah Muslim sebelumnya. Para Indologis ini berusaha menyebarkan idiologi mereka dengan melakukan berbagai bhakti sosial, penelitian dan penerjemahan kitab-kitab suci Veda dalam bahasa Inggris yang tentunya semua usaha ini diarahkan untuk kepentingan konversi. Namun sampai pada akhir penjajahan, mereka hanya berhasil mengkonversi tidak lebih dari 1% penganut Veda.
Tentunya semua ini tidak lepas dari peran aktif para sadhu dan acharya yang bertebaran di seluruh India dan di pegunungan Himalaya dalam menjaga kelestarian budaya Veda. Meski demikian efek teori palsu dan terjemahan Veda mereka yang keliru bagaikan bom waktu di Negara Barat. Dengan mengikuti pola pikir para Indologis, sebagian besar orang Barat menjadi memandang sebelah mata terhadap peradaban Veda dan menganggap Veda sebagai ajaran tahayul primitif. Untunglah para suami dan acharya agung dari berbagi garis perguruan membangkitkan kembali citra Hindu di dunia Barat. Bahkan saat ini Hindu tumbuh di Barat.
Jika kita bisa berinteraksi langsung dengan mereka, kita akan berpikir bahwa orang-orang sakti yang sering kali mengaku diri sebagai Tuhan yang kita kenal saat ini ternyata tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan mereka yang menempuh kehidupan pertapaan yang berat.
SANG LEGENDA: SAI BABA DARI SHIRDI
SAI BABA KWAMembahas kehidupan para pertapa di India, kurang lengkap bila tidak menampilkan sosok legendaris ini. Dialah Sai Baba dari Shirdi, juga dikenal dengan nama Shirdi Baba, ia adalah seorang Guru, mistikus Sufi, sekaligus Mahayogi yang tinggal di Masjid Dwarakamayi. di Desa Shirdi, Distrik Ahmednagar, Maharashtra, India. Pada awal perkembanganya, umat Hindu dan Muslim menjadi pengikutnya. Pengikutnya juga menganggap ia sebagai seorang Awatara atau avatar.
Di sebuah desa bernama Pathri yang terletak di wilayah Nizam, tinggal sepasang suami istri yang taat bernama Ganggabhava dan Devagiriamma. Sang istri adalah bhakta setia Dewi Gauri (Pendamping Dewa Shiva, yang disebut pula Dewi Parvathi). Suaminya, Ganggabhava adalah bhakta setia Dewa Shiva. Mereka tidak mempunyai anak. Hal ini membuat mereka tidak terlalu memikirkan masalah duniawi. Mereka menghabiskan waktu dengan melakukan pemujaan kepada Dewa Shiva dan Dewi Parvathi. Ganggabhava menjalankan perahu sebagai mata pencahariannya. Saat itu musim hujan dan air sungai meluap. Karena khawatir perahunya akan terbawa banjir bila tidak diawasai, Ganggabhava memberitahu istrinya bahwa ia akan pergi ke sungai dan akan tinggal di sana semalam untuk menjaga perahunya. Sang istri menyiapkan makan malam untuk suaminya pada jam 7 malam dan setelah suaminya pergi ia pun menyelesaikan makan malamnya sendiri.
Wanita itu terkejut. Ia lalu pergi ke ruang pemujaan, bersimpuh di kaki arca Dewi Parvathi dan menangis, “Oh Ibu Yang Mahasuci, ujian berat apakah yang Kau berikan padaku ini? Apa yang harus aku lakukan sekarang? Tolong selamatkanlah aku dari keadaan yang sulit ini.” Beberapa saat kemudian ia mulai tenang. Ia mendapatkan ide untuk meminta seseorang yang bisa dibayar untuk memijat tamunya. Usahanya sia-sia dan ia pun kembali dengan putus asa. Tiba-tiba ada ketukan di pintu samping. Ketika pintu di buka, seorang wanita masuk ke dalam rumah dan berkata,”Ibu, sepertinya engkau datang ke rumah saya untuk meminta bantuan guna merawat seseorang lelaki tua di sini. Saya datang ke sini untuk menawarkan bantuan.” Devagiriamma sangat bergembira karena ternyata doanya telah di jawab. Ia mengantar wanita itu ke beranda dan meninggalkannya dengan lelaki tua itu dan kemudian ia kembali ke kamarnya sendiri.
Tak lama kemudian, sekali lagi, pintu kamar diketuk. Karena sekarang ada seoarang wanita lain di rumah, Devagiriamma membukakan pintu tanpa rasa ragu. Ia mendapatkan Dewa Shiwa dan Dewi Gauri berdiri dengan cahaya gemerlap. Ternyata lelaki tua dan seorang wanita tadi tak lain adalah Dewa Shiwa dan Dewi Gauri yang sedang yang menyamar untuk menguji kesetiaan Devagiriamma. Hati Devagiriamma dipenuhi rasa bahagia dan ia menyentuh kaki mereka. Dewi Gauri berkata,”Aku menganugerahkanmu seorang anak lelaki yang akan memberikan kemuliaan bagi keturunanmu dan juga seorang anak perempuan sehingga engkau bisa memperoleh punyam dengan menikahkannya dengan seseoarang. Devagiriamma menyentuh kaki Dewa Shiva. Dewa Shiva pun berkata,”Anak-Ku sayang, Aku sangat terkesan dengan bhaktimu. Aku sendiri akan lahir sebagai manusia dalam diri anakmu yang ketiga.” Setelah mengatakan hal itu mereka pun menghilang. Devagiriamma sangat gembira. Ketika fajar tiba, suaminya pulang dan mendengar istrinya tentang segala hal yang terjadi, suaminya enggan mempercayainya.
Waktu terus berjalan dan Devagiriamma pun mengandung. Seperti yang sudah diperkirakan, ia melahirkan bayi laki-laki. Satu tahun kemudian ia melahirkan seorang anak perempuan. Ganggabhava menyadari bahwa dua peristiwa yang disebutkan oleh istrinya sudah menjadi kenyataan. Sekarang ia mulai percaya bahwa Dewa Shiva dan Dewi Parvathi sungguh-sungguh memberi istrinya darshan (penampakan ilahi). Ia berkata kepada istrinya, “Engkau sangat beruntung, saya tidak.”
KELAHIRAN
MASA KECIL SAMPAI DEWASA
Ada seorang Sufi Fakir tinggal di desa sekitar hutan tersebut. Ia tidak mempunyai anak laki-laki. Ia menemukan bayi yang terbuang itu dan membawanya pulang. Ia senang karena merasa Allah telah memberikannya seorang bayi. Dari tahun 1838-1842 Masehi, anak itu tumbuh di rumah Fakir. Setelah Fakir meninggal, istrinya yang kemudian mengasuh anak lelaki itu. Shirdi Baba memiliki beberapa kebiasaan di masa kecilnya, ia akan pergi ke kuil Hindu dan berteriak, “Akulah Allah” dan “Allah Malik Hai” (Tuhanlah Yang Mahakuasa). Di sisi lain ia pergi ke Masjid, menangis dan berkata, ‘“Rama adalah Tuhan” dan “Shiva adalah Allah” Karena kelakuanya itu, pemeluk dari umat Hindu dan Muslim tersebut mengeluh kepada istri Fakir. Ia mengalami kesulitan mengasuh anak lelaki itu dengan benar. Ia kemudian membawa anaknya ke seorang terpelajar dan memiliki ashram yang bernama Venkusa. Dari tahun 1842-1851, anak lelaki itu diasuh oleh Venkusa. Ia mengasuhnya dengan kasih sayang dan perhatian. Hal tersebut membuat kecemburuan dan kedengkian pada penghuni lain yang juga tinggal di ashram Venkusa. Suatu hari ia pergi meninggalkan ashram dan mengembara dari satu tempat ke tempat lain selama beberapa tahun.
PEMBERIAN NAMA SAI
Dalam pengembaraanya, ia sampai ke desa yang bernama Dhupkeda. Selama ia tinggal di sana, ada acara pernikahan di desa itu di rumah Chand Bhai Patel. Bhagat Mahalsapati melihat keilahian Fakir muda itu dan menyambutnya dengan “Ya Sai” (Selamat Datang Sai). Orang-orang lainnya juga menyebutnya dengan nama Sai dan sejak itu dikenal dengan nama Sai Baba.[7] Nama “Sai Baba” merupakan kombinasi kata dari bahasa Persia dan India. Sāī (Sa’ih) dalam bahasa Persia merupakan sinonim dari kata Brahmajnani (bahasa Sanskerta) artinya orang yang telah mencapai Realisasi Diri. Sai juga dapat berarti Tuhan Sedangkan Baba adalah kata dalam bahasa Indo-Arya yang merujuk pada sebutan hormat untuk bapak, kakek, orang yang dituakan. Nama Sai Baba merujuk pada makna “Bapa Suci”
Setelah mengikuti acara pernikahan itu, si Fakir muda mengembara ke Desa Shirdi pada tahun 1857. Ia tinggal di sana sampai ia wafat tahun 1918. Disana ia tinggal di Masjid Dwarakamayi. Di masjid tersebut ia mulai mengajar umat Hindu dan Muslim.
MAHASAMADHI
Sai Baba pun kemudian Mahasamadhi pada 15 Oktober, 1918 pukul 2:30 sore. Dia mengambil Mahasamadhi di pangkuan salah satu pengikutnya dan kemudian dimakamkan di “Booty Wada” sebagaimana keinginannya. Kemudian sebuah tempat suci dibangun di tempat itu dan kemudian dikenal sebagai Samadhi Mandir.[11] Hari saat Shirdi Baba mahasamadhi adalah hari yang sangat suci bagi umat Hindu dan bagi umat Islam dimana festival Hindu Dassera dan hari raya Muslim, Muharram telah datang pada hari yang sama. Ini juga merupakan tanda kebesarannya sebagaimana orang-orang percaya bahwa jiwa-jiwa mulia meninggalkan bumi pada beberapa hari suci datang sekaligus.
PENEGASAN JANJI
Setelah Shirdi Baba mahasamadhi, para pengikutnya merasa sangat sedih. Pengikut setianya yang bernama Abdullah sangat cemas dengan keadaan ini. Dia akan menghabiskan begitu banyak waktu di Samadhi Mandir dengan kesedihan. Suatu hari Shirdi Baba menampakkan dirinya secara fisik kepada Abdullah dan berkata: “Abdullah, samadhi mandir hanyalah untuk tubuh, tetapi siapa yang sebenarnya mampu memakamkan Aku? Aku bersifat kekal. Aku akan berinkarnasi di Andhra (India Selatan) setelah delapan tahun”. Setelah berkata seperti itu, Shirdi Baba kemudian menghilang. Dengan kata-kata tersebut Abdullah menjadi tenang.[12]
AJARAN
Kisah hidup Shirdi Baba merupakan pesan-pesan ajaranya. Beberapa diantaranya adalah:
•Tauhid atau Advaita Vedanta
Sejak kecil ia mengatakan “Rama adalah Tuhan” dan “Shiva adalah Allah”.Ia memberikan nasihat yang terus menerus kepada setiap orang : “Rama dan Rahim adalah satu dan sama, tidak ada satupun perbedaan di antara mereka, jadi mengapa para pemujanya menjadi terpisah dan bertengkar di antara mereka? Kalian rakyat bodoh, kanak-kanak, saling berpegangan tanganalah dan kumpulkan dua masyarakat itu bersama. Tuhan akan melindungi kalian” Ia juga membiarkan ritual umat Hindu dan Islam di Masjid Dwarakamayi tempat dimana ia tinggal. Nasehatnya mengajarkanTauhid dalam Islam atau disebut Advaita Vedanta dalam Hindu yang berarti Keesaan Tuhan .
•Menyanyikan Nama Suci Tuhan
Sai Baba mendorong pengikutnya untuk berdoa, menyanyikan nama-nama Tuhan yang manapun, membaca Al-Fatihah, mempelajari kitab suci Al-quran dan teks-teks Hindu seperti Ramayana, Wisnu Sahasranam (Seribu Nama Wishnu), Bhagavad Gita, Yoga Wasista[14][15] Kadang-kadang ia membaca Al-Fatihah sendiri, Baba juga senang mendengarkan moulu dan qawwali disertai dengan tabla dan sarangi dua kali sehari.
•Pelayanan
Beberapa kata-kata yang ia ucapkan kepada para bhaktanya adalah: “Tuhan pasti akan senang, kalau engkau memberikan air kepada yang haus, roti kepada yang lapar, pakaian kepada mereka yang telanjang dan berandamu kepada orang asing untuk duduk dan beristirahat. Jika seseorang meminta uang kepadamu dan engkau tidak ingin memberi, jangan berikan, tetapi jangan menghardiknya seperti anjing. Biarkan siapapun menjelekkan engkau, jangan membencinya dengan memberikan jawaban sengit apapun. Jika engkau selalu toleran dengan hal semacam itu engkau pasti akan bahagia.”     ”
•Ketidakterikatan
Cara mengajar Shirdi Baba cukup unik dan eksentrik. Seperti gaya berpakaianya, ia memakai kafni sederhana, kusam dan robek, hal tersebut untuk mengajarkan ketidak terikatan kepada para pengikutnya. Ia kadang-kadang meminta sedekah kepada bhaktanya yang satu tetapi menolak menerima sedekah dari bhaktanya yang lain. Ia mengatakan meminta sedekah untuk mengambil keterikatan bhaktanya. Cara ia memberkati bhaktanya juga cukup unik, ia tak segan-segan mengatakan kepada bhaktanya: “Semoga kamu mati”, “kamu anjing”, “kamu keledai”. Saat ditanya tentang maknanya, ia berkata: “semoga kamu mati” berarti semoga seluruh keinginan, kemarahan dan keterikatanmu hancur. “kamu anjing” berarti semoga kamu memiliki iman, kepercayaan dan kesetiaan seperti anjing. “kamu keledai” berarti melayani tanpa mengharapkan penghormatan
•Penghancuran Ego
Suatu ketika seseorang datang ke Shirdi untuk memotret Shirdi Baba. Baba melihat mereka dan bertanya pada orang terdekatnya Mohan Shyam.”Shyam, kenapa mereka datang ke sini?” Shyam menjawab, “mereka datang untuk memotretmu”. Baba menjawab, “Tidak, tidak. Katakan pada mereka untuk tidak memotret-Ku. Tak mudah memotret-Ku. Dindingnya harus dihancurkan terlebih dahulu.” Maksud dari kata-katanya adalah, ia bukanlah tubuh dan ia adalah Parabrahman (Tuhan yang tak berwujud, tunggal, kekal abadi). Untuk bisa melihat atau “memotret” (mengenal) Parabrahman tidaklah mudah. Dinding ego (si aku) yang menghalanginya harus dihancurkan terlebih dahulu.
Shirdi Baba juga membuat dhuni (tempat pembakaran kayu) di Masjid Dwarakamayi yang menghasilkan udhi (abu suci), yang bermakna untuk bisa memasuki Rumah Tuhan, seseorang harus membakar egonya hingga hancur seperti abu.
MUKJIZAT ILAHI
Kehidupan dan tingkah laku Sai Baba dari Shirdi cukup misterius, bahkan kadang-kadang orang terdekatnya tidak mengerti makna apa yang ia lakukan. Ia juga biasa melakukan mukjizat antara lain menyembuhkan wabah kolera dengan udhi-nya (abu suci), menyelamatkan para pengikutnya dari musibah, mengubah air menjadi minyak, ia mempunyai kemampuan memahami bahasa binatang, juga berbicara dalam berbagai bahasa.
Suatu ketika ada seorang anak bermain kelereng dengan Shirdi Baba kecil. Shirdi Baba kecil terus menang. Karena anak itu kehabisan kelereng, anak itu mengambil batu Saligram emas (yang bentuknya mirip kelereng) di altar rumahnya. Baba menang lagi da ia mengambilnya. Anak itu marah dan meminta agar Baba mengembalikannya. Tetapi Baba tidak mau karena ia sudah memenangkannya. Sadar batu saligram untuk acara ritual ibadah hilang, Ibu pemilik batu saligram itu menanyakan hal tersebut pada anaknya. Mendengar batu saligramnya diambil oleh Shirdi Baba kecil, Ibu tersebut mencari lalu menarik telinga Shirdi Baba kecil agar mengembalikan batu saligram tersebut. Tetapi Shirdi Baba kecil malah menelannya. Ibu itu kemudian memaksa Shirdi Baba kecil agar membuka mulut. Dengan lugunya ia membuka mulut. Ibu itu terkejut melihat alam semesta berada di mulut Shirdi Baba.
Orang terdekatnya yang bernama Mohan Shyam, suatu ketika ia mengintip kegiatan Shirdi Baba di malam hari. Ia melihat Shirdi Baba berbicara sendiri dengan berbagai bahasa. Saat Mohan Shyam bertanya kenapa Shirdi Baba melakukan hal itu. Ia menjawab bahwa; “Umat-Ku yang Aku urus bukan hanya engkau saja, Aku sedang menjawab doa-doa umat manusia di seluruh dunia.”
PERKEMBANGAN GERAKAN
Dalam perkembangannya, Sai Baba kemudian dianggap sebagai Pir oleh beberapa kelompok sufi. Meher Baba menyatakan Shirdi Baba sebagai Qutub-e-Irshad– yang tertinggi dari lima Qutub.
Baba juga dihormati oleh tokoh terkemuka dari Zoroastrianisme seperti Nanabhoy Palkhivala dan Homi Bhabha dan telah dianggap sebagai tokoh yang paling populer dari non-Zoroaster yang menarik perhatian umat Zoroaster.
Sai Baba dari Shirdi dianggap sebagai simbol pemersatu agama-agama dan umat manusia. Tempat suci dan organisasi untuk penghormatan Shirdi Baba kemudian didirikan tidak hanya di India bahkan meluas sampai Malaysia, Singapura, Australia dan Amerika Serikat.

Comments

Popular posts from this blog

Mantra hipnotis merangsang wanita jarak jauh dan dekat paling ampuh

Mantra mrmbuat Orgasme wanita

Ayat Pucuk APi Neraka Jahanam