Manfaat Puasa Bagi Kekebalan Ilmu Tenaga Dalam
PUASA: MENGALIRNYA ENERGI ILAHI DALAM DIRI
Saat
puasa, badan kita terasa lemah lunglai tiada berdaya. Namun
sesungguhnya rasakanlah saat itu justeru muncul energi Ilahi dalam diri.
Sama seperti saat bahaya mengancam, tiba-tiba energi Ilahi muncul tiada
terduga… Itulah energi kekuatan yang keluar saat kita pasrah total.
Tanpa pasrah total, kita tidak akan pernah bisa didatangi oleh energi
Ilahi.
“Energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan, energi hanya dapat
diubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya” demikian bunyi hukum yang
dirumuskan James Prescott Joule, seorang ahli fisika Inggris yang
namanya diabadikan menjadi satuan energi tersebut.
Menurut Joule, hukum ini berlaku dalam
seluruh aspek termasuk aspek kehidupan manusia. Aktivitas yang kita
lakukan setiap hari merupakan perubahan energi dari satu bentuk ke
bentuk lainnya. Contohnya, saat kita makan, kita mengubah energi kimia
dari makanan menjadi energi yang kita gunakan untuk bergerak dan
berpikir. Energi tersebut tidak akan berubah saat kita diam.
Semua energi, kata Joule, hanya bisa
diubah menjadi energi dalam bentuk lain misalnya energi gerak menjadi
energi listrik seperti yang terjadi pada dinamo listrik. Dinamo berputar
maka akan menghasilkan listrik. Atau sebaliknya yaitu energi listrik
menjadi energi gerak seperti pada motor listrik.
Bahkan yang paling dahsyat yaitu
perubahan energi menjadi masa seperti yang terjadi pada produksi
pasangan yaitu ketika suatu energi yang besarnya minimal 1022 k eV
mendekati medan inti akan bisa menjadi elektron dan positron (partikel
bermasa).
Begitu juga sebaliknya perubahan masa
menjadi energi bisa terjadi pada peristiwa anihilasi yaitu ketika
elektron ketemu dengan positron, kedua materi tersebut saling meniadakan
dan berubah ujud menjadi energi yang sebanding dengan masa dari kedua
partikel tersebut sesuai dengan rumusan yang dibuat oleh Einstein.
Tuhan memang Maha Segalanya. Maha
Pencipta, Maha Meniadakan, dan juga Maha Mengubah. Tuhan menciptakan
alam semesta ini sekaligus hukum-hukum alam yang berlaku di dalamnya.
Hukum-hukum alam yang diciptakan Tuhan ini kemudian dirumuskan oleh
Archimedes, Newton, Schrodinger, Einstein dan lain-lain memang sudah
satu paket dengan diciptakannya alam semesta sehingga dengan
peristiwa-peristiwa alam yang terjadi manusia dapat belajar.
Sayangnya, belum semua hukum alam itu
berhasil dirumuskan oleh manusia. Misalnya teori penciptaan alam hingga
saat ini belum bisa diterangkan dengan hukum kekekalan energi ataupun
hukum kekekalan massa.
Teori itu belum bisa menjelaskan sebab
terjadinya alam semesta ini. Seluruh alasan akan buntu ketika ditanya
apa yang menjadi permulaan dari semua ini. Tetapi bagi orang yang
percaya bahwa ada kekuatan yang mampu menciptakan tanpa sebab akibat,
maka itulah energi Ilahi yang mengatakan KUN FAYAKUN “Jadi maka
Jadilah,” sumber awal mula energi di dunia ini.
Siapa yang mampu menciptakan dan juga
mampu memusnahkan energi? hanyalah Allah SWT, Tuhan yang Maha Pencipta.
Kita manusia adalah ciptaan-Nya yang tentu saja tidak mungkin meraih
kekuasaan yang dimiliki oleh-Nya tanpa kehendak-NYA.
Andaikan misalnya manusia mampu
menciptakan energi kemudian energi bisa diubah menjadi massa dan
seterusnya, sehingga manusia dapat menciptakan tanah, menciptakan bumi
menciptakan bintang dan sebagainya. Menurut logika manusia hal itu tidak
mungkin.
Tetapi tentu kita tidak boleh terlalu
cepat menyimpulkan bahwa ini semua sudah diatur Tuhan tanpa berfikir
bagaimana cara Tuhan mengatur alam ini. Semestinya kita berfikir bahwa
Tuhan memberikan kebebasan bagi manusia untuk memikirkan ciptaan-Nya.
Kita juga bebas berfikir bagaimana cara Tuhan mengatur alam ini yang
berjalan sesuai dengan aturan-aturan-Nya.
Mengenai teori yang sekarang belum dapat
dijelaskan atau bahkan tidak dapat dijelaskan janganlah terburu-buru
putus asa dengan mengatakan bahwa ini pasti harus ada yang ditambahkan
dari ketiadaan, atau ini pasti harus dihilangkan agar sesuai dengan
rumus matematisnya. Masih ada alternatif lain yang mungkin juga belum
terfikirkan. Diantara hitam dan putih masih ada berjuta warna pilihan
dan di antara kebuntuan hidup ini, untung ada bulan kemuliaan Ramadhan….
PUASA RAMADHAN DAN HADIRNYA ENERGI ILAHI
Puasa Ramadhan adalah momentum kita
semua untuk menghayati hakikat kekekalan energi. Bahwa tiada yang
berkuasa dengan kuasa yang mutlak melainkan Allah SWT. Hatinya bersaksi,
bahwa kekuasaan Allah SWT meliputi segala ada termasuk dirinya sendiri.
Kekekalan ini terasa KETIKA KITA BERPUASA
TIDAK MAKAN DAN MINUM, MENAHAN NAFSU MAKA YANG TERJADI ADALAH KUN
FAYAKUN, ENERGI ILAHI YANG LUAR BIASA DAHSYAT AKAN MENGALIR DALAM DIRI
KITA. Dengan syarat, puasa kita adalah puasa yang betul.
Puasa Ramadhan yang rata-rata terdiri
dari 30 hari bisa dibagi menjadi tiga momentum. 10 hari pertama, 10 hari
kedua dan 10 hari ketiga. Pada 10 hari pertama kita mengoreksi diri
dalam hal KESALAHAN OBYEKTIF mengenai makan dan minum. Kita kuat
sesungguhnya bukan karena energi dari makanan dan minuman dan yang benar
adalah kita kuat dan segar karena LA HAULA WA LA QUWWATA ILA BIL-LAH.
Hakikat energi yang berasal dari makanan dan minuman itu sebenarnya
hanya energi yang bisa terjadi atas perkenaan NYA semata.
Saat puasa, badan kita terasa lemah
lunglai tiada berdaya. Namun sesungguhnya rasakanlah saat itu justeru
muncul energi Ilahi dalam diri. Sama seperti saat bahaya mengancam,
tiba-tiba energi kekuatan muncul tiada terduga… Itulah energi Ilahi yang
keluar saat kita pasrah total. Tanpa pasrah total, ikhlas atau nrimo
kita tidak akan pernah bisa didatangi oleh energi Ilahi. Maka pada saat
puasa pula, biasanya merupakan saat terbaik untuk melakukan pemancaran
energi Ilahi seperti mendoakan kesembuhan orang lain, kelancaran rezeki
dan sebagainya.
Dan sesungguhnya energi Ilahi itu sudah
tersimpan di dalam Kitab-NYA berupa ayat-ayat kauniah yang tergelar di
alam semesta ini. Tinggal sekarang apakah kita mampu membuka kuncinya
atau tidak? INNA QUWWATIH, NAKABAN NATAH KITABAN NATAH.. WA INNAMA
AMRUHU IDZA ARODA SYAI’AN AN YAQULA LAHU KUN FAYAKUN.
Pada 10 hari kedua yaitu hari kesebelas
hingga hari kedua puluh bulan Ramadhan, kita koreksi kesalah pahaman
mengenai pembuangan tenaga. Bahwa kita tidak lah membuang tenaga
melainkan justeru kembali ke NAFSIN WAHIDATIN. Alastu birabbikum, kalu
bala syahidna (QS 7:172) yaitu Janji Kawula Gusti.
Dan yang the best of all terjadi pada 10
hari ketiga yaitu hari kedua puluh satu hingga selesai bulan Ramadhan
yaitu saat terjadinya LAILATUL QADAR. Yaitu teraksesnya ENERGI ILAHI
oleh kesadaran ruhani kita seperti 1000 energi cahaya bulan yang menjadi
satu dalam satu momentum beserta kepastian Furqoni 82 tahun yaitu
energi LA ILAHA ILAL-LAH.
Allah SWT yang menganugerahkan energi
pada manusia agar dengan energi yang dimilikinya itu dia memiliki
sedikit kuasa untuk berusaha dan berbuat. Namun perlu diingat bahwa
kuasa dan upaya tersebut tentunya hanya “pinjaman” yang akan “kembali”
kepada Yang Punya Kuasa.
Menyelami makna LA HAULA WA LA QUWWATA
ILLA BILLAH (Tiada daya dan upaya melainkan dengan bantuan Allah) dalam
dirinya. Ungkapan tauhid ini mengandungi rahasia bahwa Tuhanlah yang
Memiliki Semua Energi di alam semesta ini. Tiada satu pun energi kecuali
berada di dalam kekekalan energi-NYA.
Kita makan dan minum untuk mencari
sumber tenaga. Sumber tenaga dari makan dan minuman yang kita konsumsi
sesungguhnya berasal dari tanaman, tumbuhan dan hewan. Mereka mendapat
energi dari rantai makanan lain begitu seterusnya hingga akhirnya
bermuara pada satu sumber energi yang tidak berasal dari sumber energi
lain, yaitu Energi Ilahi.
Mereka yang tenggelam dalam lautan
penyaksian wahdah (kesatuan sifat-sifat Allah) pasti menghayati bahwa
manusia dan seluruh alam ini tidak pernah terlepas daripada kekuasaan
Allah SWT. Maka, dia merasa harus menghambakan dirinya dan memilih untuk
mentaati-Nya.
Tidak mudah untuk menemukan rumusan
rahasia ini. Kita bisa berteori namun umumnya belum sampai pada
pemahaman yang sesungguhnya. Mata, telinga dan hati kita masih terhijab
dan hakikat hukum kekekalan energi Allah SWT belum mampu kita temukan.
Kita masih menganggap bahwa yang berperanan dalam memberi manfaat dan
menolak kemudaratan adalah dirinya sendiri dan makhluk-makhluk di
sekitarnya.
Kita yang lalai itu terhijab dengan
perbuatan Allah (af’aal) melalui makhluk-makhlukNya (infi’al) sehingga
gagal menghayati makna sebenar wujud seluruh makhluk. Kita terhijab
dalam kepompong hukum sebab akibat sehingga tidak dapat menghayati
konsep qudrat (kekuasaan), iradah dan ilmu Allah.
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan pada kita sebagai berikut: KUNCI
SEBENARNYA MENGAKSES ENERGI ILAHI YAITU MENGAKUI KEKUASAAN ALLAH SWT
DENGAN CARA MENGAKUI KELEMAHAN DIRI DI HADAPAN-NYA SEBAGAIMANA MUSA AS
YANG TERSUNGKUR DI BUKIT SINAI. ATAU BERSUJUDNYA SEORANG MUSLIM DENGAN
SUNGGUH SUNGGUH SUJUD SAAT SHOLAT. KEYAKINAN INI JIKA DITERJEMAHKAN
DALAM DIRI SESEORANG MAKA DIA AKAN MENGHADAPI KEHIDUPAN INI DENGAN PENUH
KEPASRAHAN, NRIMO, IKHLAS, KETERGANTUNGAN HATI HANYA KEPADA-NYA TANPA
RASA KEBIMBANGAN SEDIKITPUN.
Apa yang dia laksanakan adalah apa yang
dituntut oleh Allah. Mereka tidak perlu risau soal hasil karena sudah
ada jaminan kepastian atas dirinya. Namun, tatkala mengetahui bahwa
hanya Allah yang Maha Berkuasa dalam kehidupan ini, maka dia pun tidak
bermalas-malasan dan sebaliknya akan “berusaha” sekeras mungkin sesuai
dengan kemampuan yang dimilikinya.
Allah menugaskan agar kita berusaha
dalam rangka menunaikan tugas penghambaan diri. Usaha yang kita lakukan
sebenarnya telah diperintahkan oleh Allah dan ini kita lakukan dalam
rangka penyempurnaan ibadah. Kita dilarang keras jadi pemalas! Karena
kewajiban kita adalah melaksanakan ibadah khusus (syahadat, sholat,
zakat, puasa dan sebagainya) dan ibadah umum (mencari rezeki, beramal
kebajikan demi kesejahteraan semua makhluk hidup, melestarikan alam
sekitar dan sebagainya).
ENERGI ILAHI YANG KEKAL ABADI
Ada satu fenomena yang bila kita
memikirkannya kita akan menyebut ALLAHU AKBAR.. aneh tapi nyata.. yaitu
tentang cahaya. Di dalam QS An Nur 35 menjelaskan: “Allah adalah cahaya
langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya adalah ibarat misykat. Di dalam
misykat itu ada pelita. Pelita itu ada di dalam kaca. Kaca itu laksana
bintang berkilau. Dinyalakan dengan minyak pohon yang diberkati. Pohon
zaitun yang bukan di timur atau di barat. Yang minyaknya hampir menyala
dengan sendirinya walaupun tiada api menyentuhnya. Cahaya di atas
Cahaya! Allah menuntun kepada cahaya-NYA, siapa saja yang ia kehendaki.
Dan Allah membuat perumpamaan bagi manusia. Sungguh Allah mengetahui
segalanya.”
Kenapa Allah SWT mengidentifikasikan
diri-Nya dengan perumpamaan Cahaya Maha Cahaya? Jawabannya adalah cahaya
tidak pernah kehabisan energi.
Ada anggapan sementara kaum ilmuwan di
dalam Teori Einstein bahwa cahaya akan kehilangan energinya ketika
meninggalkan medan gravitasi yaitu dengan bergeser warnanya ke arah
warna merah dengan panjang gelombang yang lebih panjang. Yang dimaksud
kehilangan energinya adalah bukan dalam artian benar-benar hilang,
tetapi energinya berkurang dengan mentransferkan energinya menjadi
bentuk yang lain.
Cahaya ketika meninggalkan gravitasi
(meninggalkan bumi) akan dibelokan dan terurai karena adanya perbedaan
tekanan udara, seperti halnya cahaya ketika dilewatkan pada sebuah
prisma. Disini tidak ada energi yang hilang.
Di dalam fisika, cahaya atau gelombang
elektromagnetik adalah sebuah panjang gelombang tertentu yang
dipancarkan dari sumber dengan gravitasi yang lebih kuat, yang terpancar
menuju area dengan gravitasi yang lebih rendah. Pengamat akan melihat
bahwa panjang gelombang yang diterimanya akan menjadi lebih besar
(frekuensi lebih rendah, energi lebih rendah), itu yang disebut fenomena
gravitational redshift.
Tetapi jangan buru-buru mengatakan bahwa
cahaya tersebut kehilangan energi. Untuk hal yang seperti ini (dalam
orde cahaya) kita harus menggunakan hukum relativitas, dan tidak bisa
menggunakan fisika klasik.
Fenomena ini mirip dengan ketika ada dua
orang, yang satu tinggal di bumi dan satunya naik pesawat dengan
kecepatan yang mendekati cahaya. Kedua orang tersebut mengukur panjang
sebuah benda yang diam dibumi, hasil yang tampak adalah akan
memperlihatkan bahwa hasil pengukuran mereka berbeda. Ini tidak bisa
dipahami dengan fisika klasik tapi bisa dipahami menggunakan hukum
relativitas.
Pada gravitational redshift tidak ada
energi yang hilang, hanya ada perbedaan pengamatan akibat beda tempat,
perbedaan tersebut harus dilihat secara relativistik (menggunakan hukum
relativitas) jadi tidak ada yang hilang dan tidak ada yang aneh.
Hukum relativitas tidak pernah mengatakan
bahwa kita bisa mundur ke masa lampau, itu hanya terjadi pada film
fiksi saja. Tetapi menurut hukum relativitas bahwa waktu memang bisa
molor tergantung dari posisi pengamatnya. Fenomenanya bisa diamati salah
satunya yaitu ketika foton dari cahaya matahari bergerak menuju bumi,
waktu menjadi relatif bagi si foton.
Masih di dalam fisika bahwa semua
partikel (apapun itu jenisnya) tidak bisa bergerak dengan kecepatan
melewati 3 x 10^8 m/s (kecepatan cahaya). Mungkin itu sudah dibatasi
oleh yang menciptakan alam ini. Kalau ada partikel yang mampu bergerak
dengan kecepatan melampaui kecepatan cahaya persamaan relativitas
menjadi tidak terdefinisikan. Jika kita naik pesawat dengan kecepatan
0.75 C relatif terhadap bumi, kemudian kita menembakan peluru pada arah
yang sama dengan pesawat dengan kecepatan 0.75 C relatif terhadap
pesawat, maka kecepatan peluru terhadap bumi tidak menjadi 1,5 C.
Barangkali itu sebabnya, Allah SWT
membuat perumpamaan dirinya dengan Cahaya Maha Cahaya… Sebab cahaya-NYA
tidak pernah kehabisan energi dimana pun dan sampai kapanpun. Energi
Ilahi sebagaimana tercermin dalam energi dalam hukum fisika, akan kekal
abadi sepanjang masa dan kita akan bisa mendapatkannya kapanpun kita
inginkan asal punya niat dan kemauan. Mari kita berproses bersama menuju
kesempurnaan… Selamat berpuasa Ramadhan.
Comments
Post a Comment
tuliskan komentar anda untuk tanya jawab seputar ilmu di atas dan juga silakan menjawab komentar sedulur yang kira2 bisa menjawab isi komentar yang sudah ada.
terima kasih..