Tatacara Melakukan Dzikir Yang Intensif
DZIKIR YANG INTENSIF
Dzikir
biasanya diartikan sebagai menyebut Asma-Asma Allah, nama-nama Tuhan
berulangkali hingga menancap ke dalam hati sanubari. Namun hakikat
dzikir sesungguhnya lebih dari itu. Mengupas kedalaman dzikir, sama
dengan mengupas apa hakikat hidup.
Saya tinggal
di sebuah perumahan. Tetangga saya dari beragam etnis dan agama.
Masing-masing memiliki cara ibadah sesuai dengan keyakinan yang
dianutnya. Namun, ada agama tertentu yang mayoritas dianut oleh para
warga. Di dalam mayoritas agama ini, ada juga yang merupakan penganut
tarekat (jalan ruhani). Pada malam-malam tertentu, penganut tarekat ini
menghadirkan guru spiritual untuk memimpin dzikir. Dzikir dikumandangkan
menggunakan pengeras suara. Volumenya memekakkan telinga.
Kebetulan,
saya tinggal sekitar tiga rumah dari tempat dzikir tersebut biasanya
digelar sehingga benar-benar tahu apa dan bagaimana acara dzikir bersama
tersebut. Mulanya dzikir menyebut nama-nama Tuhan. Dilanjutkan dengan
tidak hanya menyebut nama, namun beberapa kalimat yang merdu
dilantunkan. Saya sungguh menikmati, bagaimana mereka berdzikir. Sambil
duduk di temaram dekat kolam ikan, saya meresapi ghirrah atau semangat
para pedzikir tersebut. Mulai pelan-pelan hingga akhirnya mereka
berteriak-teriak seperti orang sekarat….. ekstase…. fana ….. kosong….
Sayangnya,
tempat dzkir itu di tengah perumahan. Tidak setiap orang paham dan satu
gelombang rasa dengan mereka. Ada tetangga yang beragama lain, ada
tetangga yang anaknya ujian. Ada juga yang memiliki bayi. Bahkan ada
juga yang memiliki burung merpati yang hampir menetas. Mereka ini sangat
terganggu dengan dzikir tarekat tersebut. Ya, dzikir itu bagus tapi
kalau dikerjakan tanpa mempertimbangkan aspek kesantunan akan berakibat
citra agama perzikir itu jadi buruk. Harusnya, para pedzikir itu sadar
bahwa tempat untuk berteriak-teriak itu tidak di perumahan. Kalau di
tengah hutan atau di atas gunung ya silahkan saja. Saya tidak akan
protes.
Inti
dari dzikir sesungguhnya bukan terletak pada bagaimana teriakan keras
saat kondisi jiwa sedang trans. Kedahsyatan dzikir tidak berada di
wilayah ramainya kata dan kalimat-kalimat disampaikan, tapi terletak
pada kefakuman rasa hingga Rasa-Nya bisa menyatu dan manunggal pada
semesta diri. Ini butuh keheningan dan kesenyapan yang paling maksimum.
Benar-benar hening tiada tara…
Nabi
kita mengajarkan bagaimana caranya menafikan diri secara intensif di
gua Hira selama dua tahun sejak usia beliau yang ke-38, sampai usia 40.
Beliau mencapai penegasian diri (penghilangan diri) total. LA ILAHA,
sehingga hasilnya mendapatkan AFIRMASI TOTAL yaitu ILAL-LAH. Terbukalah
semua hijab atau penghalang melihat kasunyatan ini seperti menatap 1000
cayaya bulan.
Untuk
bisa dzikir yang intensif, kita perlu lebih dulu memiliki kemapanan
TAFAKKUR (berpikir), TADZAKKUR (olah rasa) dan TADABBUR (pencerahan).
TAFAKKUR berarti berpikir tentang obyek-obyek, fenomena alam, sastra
jendra hayuningrat pangruwating diyu hingga kita mendapatkan pencerahan
bahwa SEGALA PUJI KEPUNYAAN ALLAH, PENCIPTA ALAM SEMESTA. Sedangkan
TADZAKKUR adalah tafakkur/berpikir tanpa obyek-obyek, tafakkur
intransitive, berpegang pada rahman dan rahim-Nya, sehingga hati akan
terjaga. Sementara TADABBUR adalah kelanjutan dari tafakkur dan
tadzakkur sedemikian rupa sehingga mendapatkan pencerahan. Menembus awal
akhir, lahir batin mencapai jalan lurus yang berarti metode yang
ditegakkan secara langsung. Yaitu benar secara obyektif (tidak sesat)
dan benar dalam memerankan subyek (tidak dimurkai).
Jadi, marilah kita berdzikir pelan hening mengikuti gerakan nafas saja….
Comments
Post a Comment
tuliskan komentar anda untuk tanya jawab seputar ilmu di atas dan juga silakan menjawab komentar sedulur yang kira2 bisa menjawab isi komentar yang sudah ada.
terima kasih..