Hakikat Hari Raya
HAKEKAT HARI RAYA
ASSALAMU’ALAIKUM WR. WB. SUMINARING SURYA ENJANG DINTEN RIYADIN, PETHAK CINANDRA RESIK ING WARDAYA. MANGAYUBAGYA DINTEN RIYADIN 1431 H. NYUWUN AGUNGING PANGAJSAMI LEPAT SEDULURKU SEMUA… SELAMAT ‘IEDUL FITRIL 1 SYAWAL 1431 HIJRIYAH, SEMOGA MENJADI HAMBA YANG MUTTAQIN. MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN KEPADA SESEPUH DAN SEDULUR SEMUA ANGGOTA KWA
Allahuma
ya Allah, ya Tuhan kami. Terimalah segala amal ibadah kami, terimalah
ibadah shaum kami, terimalah shalat kami, dan amal ibadah kami lainnya.
Ya Allah, jadikanlah kami hamba-hamba Mu yang selalu bertaqwa yang ridha
dan ikhlas untuk melaksanakan segala aturan dan perintah Mu, yang ridha
dan ikhlas serta menjadikan Islam sebagai benteng kehidupan kami, dan
menjadikan al-Qur’an sebagai imam dan petunjuk hidup kami, dan Nabi
Muhammad Shallahu Alaihi Wa Sallam sebagai panutan kami.
Taqabbalallahu
minna wa minkum, taqabbal ya kariim, kullu amin wa antum bi khairin.
Maaf lahir dan bathin. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan
Allah kepada Nabi kita Muhammad, segenap keluarga dan sahabatnya. Monggo
dulur –dulur selamat menikmati kajian meniko.
Hari
raya adalah saat berbahagia dan bersuka cita. Kebahagiaan dan
kegembiraan kaum mukminin di dunia adalah karena Tuhannya, yaitu apabila
mereka berhasil menyempurnakan ibadahnya dan memperoleh pahala amalnya
dengan kepercayaan terhadap janji-Nya kepada mereka untuk mendapatkan
anugerah dan ampunan-Nya. Allah Ta ‘ala berfirman : “Katakanlah:
“Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka
bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa
yang mereka kumpulkan. ” (Yunus: 58).
Sebagian
orang bijak berujar: “Tiada seorang pun yang bergembira dengan selain
Allah kecuali karena kelalaiannya terhadap Allah, sebab orang yang lalai
selalu bergembira dengan permainan dan hawa nafsunya, sedangkan orang
yang berakal merasa Senang dengan Tuhannya.”
Ketika
Nabi shallallahu alaihi wasallam tiba di Madinah, kaum Anshar memiliki
dua hari istimewa, mereka bermain-main di dalamnya, maka Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Allah telah memberi ganti bagi
kalian dua hari yang jauh lebih baik, (yaitu) ‘Idul fitri dan ‘Idul Adha
(HR. Abu Daud dan An-Nasa’i dengan sanad hasan).
Hadits
ini menunjukkan bahwa menampakka rasa suka cita di hari Raya adalah
sunnah da disyari’atkan.. Maka diperkenankan memperluas hari Raya
tersebut secara menyeluruh kepada segenap kerabat dengan berbagai hal
yang tidak diharamkan yang bisa mendatangkan kesegaran badan dan
melegakan jiwa, tetapi tidak menjadikannya lupa untuk ta’at kepada
Allah.
Adapun
yang dilakukan kebanyakan orang di saat hari Raya dengan berduyun-duyun
pergi memenuhi berbagai tempat hiburan dan permainan adalah tidak
dibenarkan, karena hal itu tidak sesuai dengan yang disyari’atkan bagi
mereka seperti melakukan dzikir kepada Allah. Hari Raya tidak identik
dengan hiburan, permainan dan penghambur-hamburan (harta), tetapi hari
Raya adalah untuk berdzikir kepada Allah dan bersungguh-sungguh dalam
beribadah. Makanya Allah gantikan bagi umat ini dua buah hari Raya yang
sarat dengan hiburan dan permainan dengan dua buah Hari Raya yang penuh
dzikir, syukur dan ampunan.
Di
dunia ini kaum mukminin mempunyai tiga hari Raya: hari Raya yang selalu
datang setiap minggu dan dua hari Raya yang masing-masing datang sekali
dalam setiap tahun. Adapun hari Raya yang selalu datang tiap minggu
adalah hari Jum’at, ia merupakan hari Raya mingguan, terselenggara
sebagai pelengkap (penyempurna) bagi shalat wajib lima kali yang
merupakan rukun utama agama islam setelah dua kalimat syahadat.
Sedangkan dua hari Raya yang tidak berulang dalam waktu setahun kecuali sekali adalah:
1. ‘Idul Fitri setelah puasa Ramadhan, hari raya ini terselenggara
sebagai pelengkap puasa Ramadhan yang merupakan rukun dan asas Islam
keempat. Apabila kaum muslimin merampungkan puasa wajibnya, maka mereka
berhak mendapatkan ampunan dari Allah dan terbebas dari api Neraka,
sebab puasa Ramadhan mendatangkan ampunan atas dosa yang lain dan pada
akhirnya terbebas dari Neraka.
Sebagian
manusia dibebaskan dari Neraka padahal dengan berbagai dosanya ia
semestinya masuk Neraka, maka Allah mensyari’atkan bagi mereka hari Raya
setelah menyempurnakan puasanya, untuk bersyukur kepada Allah,
berdzikir dan bertakbir atas petunjuk dan syari’at-Nya berupa shalat dan
sedekah pada hari Raya tersebut. Hari Raya ini merupakan hari pembagian
hadiah, orang-orang yang berpuasa diberi ganjaran puasanya, dan setelah
hari Raya tersebut mereka mendapatkan ampunan.
2.
Idul Adha (Hari Raya Kurban), ia lebih agung dan utama daripada ‘Idul
Fitri. Hari Raya ini terselenggara sebagai penyempurna ibadah haji yang
merupakan rukun Islam kelima, bila kaum muslimin merampungkan ibadah
hajinya, niscaya diampuni dosanya.
Inilah
macam-macam hari Raya kaum muslimin di dunia, semuanya dilaksanakan
saat rampungnya ketakwaan kepada Yang Maha Menguasai dan Yang Maha
Pemberi, di saat mereka berhasil memperoleh apa yang dijanjikan-Nya
berupa ganjaran dan pahala. (Lihat Lathaa’iful Ma’arif, oleh Ibnu
Rajab, hlm. 255-258)
PETUNJUK NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM TENTANG HARI RAYA
Pada saat hari Raya ‘Idul Fitri, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
mengenakan pakaian terbaiknya dan makan kurma -dengan bilangan ganjil
tiga, lima atau tujuh- sebelum pergi melaksanakan shalat ‘Id. Tetapi
pada’Idul Adha beliau tidak makan terlebih dahulu sampai beliau pulang,
setelah itu baru memakan sebagian daging binatang sembelihannya.
Beliau
mengakhirkan shalat ‘Idul Fitri agar kaum muslimin memiliki kesempatan
untuk membagikan zakat fitrahnya, dan mempercepat pelaksanaan shalat
‘Idul Adha supaya kaum muslimin bisa segera menyembelih binatang
kurbannya. Mengenai hal tersebut, Allah Ta ‘ala berfirman : “Maka
dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah ” (Al Kautsar: 2).
Ibnu
Umar sungguh dalam mengikuti sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
tidak keluar untuk shalat ‘Id kecuali setelah terbit matahari, dan dari
rumah sampai ke tempat shalat beliau senantiasa bertakbir. Nabi
shallallahu blaihi wasallam melaksanakan shalat’ Id terlebihdahulu baru
berkhutbah, dan beliau shalat duaraka’at• Pada rakaat pertama beliau
bertakbir 7 kali berturut-turut dengan Takbiratul Ihram, dan berhenti
sebentar di antara tiap takbir. Beliau tidak mengajarkan dzikir tertentu
yang dibaca saat itu. Hanya saja ada riwayat dari Ibnu Mas’ud
radhiallahu ‘anhu, ia berkata: “Dia membaca hamdalah dan memuji Allah Ta
‘ala serta membaca shalawat.
Dan
diriwayatkan bahwa Ibnu Umar mengangkat kedua tangannya pada setiap
bertakbir. Sedangkan Nabi shallallah u ‘alaihi wasallam setelah
bertakbir membaca surat Al-Fatihah dan “Qaf” pada raka’at pertama serta
surat “Al-Qamar” di raka’at kedua. Kadang-kadang beliau membaca surat
“Al-A’la” pada raka’at pertama dan “Al-Ghasyiyah” pada raka’at kedua.
Kemudian beliau bertakbir lalu ruku’ dilanjutkan takbir 5 kali pada
raka’at kedua lain membaca Al-Fatihah dan surat. Setelah selesai beliau
menghadap ke arah jamaah, sedang mereka tetap duduk di shaf
masing-masing, lalu beliau menyampaikan khutbah yang berisi wejangan,
anjuran dan larangan.
Beliau
selalu melalui jalan yang berbeda ketika yang terkenal sangat
bersungguh-mengikuti sunnah Nabi shallallahu berangkat dan pulang (dari
shalat) ‘Id.’ Beliau selalu mandi sebelum shalat ‘Id. Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam senantiasa memulai setiap khutbahnya dengan hamdalah,
dan bersabda : “Setiap perkara yang tidak dimulai dengan hamdalah, maka
ia terputus (dari berkah). ” (HR.Ahmad dan lainnya).
Dari
Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, ia berkata : “Bahwasanya Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam menunaikan shalat ‘Id dua raka’at tanpa
disertai shalat yang lain baik sebelumnya ataupun sesudahnya. ” (HR. Al
Bukhari dan Muslim dan yang lain).
Hadits
ini menunjukkan bahwa shalat ‘Id itu hanya dua raka’at, demikian pula
mengisyaratkan tidak disyari’atkan shalat sunnah yang lain, baik sebelum
atau sesudahnya. Allah Mahatahu segala sesuatu, shalawat serta salam
semoga selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, seluruh anggota keluarga
dan segenap sahabatnya.
Demikian
Yang Dapat Saya Sampaikan kepada poro dulur-dulur di kampus tercinta
ini, Apabila ada yang benar itu datangnya dari Allah SWT. Kalau ada yang
salah atau kurang itu karena ke bodohan saya pribadi ,untuk itu Saya
Mohon Maaf yang sebesar-besarnya, Karena Manusia Tidak Luput Dari
Kesalahan Atau Kekhilafan.
Comments
Post a Comment
tuliskan komentar anda untuk tanya jawab seputar ilmu di atas dan juga silakan menjawab komentar sedulur yang kira2 bisa menjawab isi komentar yang sudah ada.
terima kasih..