Petapa Petapa Sakti
ANEKA MACAM PERTAPA INDIA
Sesekali mari kita
belajar –agar ada pengkayaan wawasan mistik — dengan membandingkan
bagaimana kehidupan para pertapa di pegunungan Himalaya. Pegunungan
tertinggi di dunia yang puncaknya ditutupi oleh es abadi tersebut tepat
terletak di sebelah utara India dimana aliran sungai suci Gangga
bersumber dari sana. Banyak pertapa memilih menetap dan melakukan
berbagai pertapaan berat di berbagai sudut pegunungan.
Dalam upayanya untuk mencapai tujuan hidup
rohaniah, beberapa umat Hindu memilih jalan monastisisme (sanyāsa). Kaum
monastik ini berkomitmen untuk hidup bersahaja, tidak menikah, menjauhi
perkara duniawi, dan memusatkan pikirannya pada Tuhan. Rahib hindu
disebut sanyāsī, swāmi atau sadhu. Rahib hindhu perempuan disebut
sanyāsini, sadhavi, atau swāmini. Mereka sangat dihormati dalam
masyarakat Hindu, karena cara hidup mereka yang menghindari sikap
mementingkan diri sendiri dan perkara duniawi menjadi inspirasi bagi
para kepala rumah tangga yang memperjuangkan renunsiasi mental.
Beberapa pertapa hidup dalam biara/asrama, yang
lainnya mengembara dari satu tempat ke tempat lain, menggantungkan hidup
pada anugerah Tuhan belaka. Mendermakan makanan atau keperluan lain
kepada para sadhu diyakini umat Hindu sebagai suatu kebajikan besar.
Para sādhu harus diperlakukan dengan penuh rasa hormat dan welas asih,
baik oleh orang miskin maupun orang kaya, orang baik ataupun orang
jahat. Mereka juga tidak boleh berbeda sikap terhadap pujian, umpatan,
kesenangan, dan penderitaan. Seorang sādhu biasanya dapat dikenali dari
pakaiannya yang berwarna jingga. Umumnya para rahib Waisnawa menggunduli
kepala mereka kecuali di area kecil pada belakang kepala mereka,
sedangkan para rahib Saiwa membiarkan rambut dan janggut mereka tumbuh
panjang.
Seorang sadhu biasanya dilarang untuk: memiliki
harta benda pribadi kecuali sebuah mangkuk, sebuah cawan, dua setel
pakaian dan alat-alat bantu kesehatan semisal kacamata; berhubungan,
memandangi, memikirkan, bahkan berdekatan dengan wanita; makan demi
kesenangan; memiliki atau bahkan menyentuh uang atau barang-barang
berharga lainnya dalam bentuk dan cara apa pun; menjalin
hubungan-hubungan yang bersifat pribadi.
Di pegunugan himalaya, terdapat ashrama-ashrama dan
kemah sederhana para yogi, sadhu dan orang suci. Masyarakatnya di
dominasi oleh kaum petani kecil dengan kehidupan yang sangat sederhana
dan umumnya mereka sangat spiritualis. Para wisatawan, pendaki gunung
dan peziarah dengan mudah kita temui setiap harinya terutama di sekitar
jalur utama berliku dan terjal yang masih bisa di lewati oleh kendaraan
umum.
Pegunungan Himalaya yang dipenuhi oleh para Yogi,
Sadhu, Rahib, dan orang-orang suci dari berbagai perguruan dan agama
ternyata juga dipenuhi oleh banyak penipu spiritual. Para penipu ini
berpenampilan tidak ubahnya seperti halnya orang suci, atau yogi dan
mengais rezeki dengan cara menerima santunan dari para peziarah dan
tidak segan-segan melakukan tipu muslihat tertentu agar mendapatkan
keuntungan material. Tentunya jika kita adalah spiritualis sejati, kita
akan dapat membedakan para penipu ini dengan para sadhu suci dengan
merasakan ‘getaran spiritualnya’.
Mungkin kita akan bertemu dengan monyet yang
menarik-narik baju kita dan menuntun kita ke suatu tempat dengan
berbagai bahasa isyaratnya. Monyet tersebut akan menggiring kita ke
sebuah pohon dan menunjuk-nunjuk ke arah atas. Jika di atas pohon
tersebut terdapat rumah pohon dan menemukan petapa duduk di sana, maka
itu adalah “Vrksha Vasi Baba”, yaitu orang suci yang tinggal di atas
pohon dalam usahanya melakukan penebusan dosa. Sang peziarah yang
melemparkan buah atau makanan ke orang suci tersebut akan membagikan
kembali makanan yang diberikan setelah di berkati untuk peziarah, monyet
yang menuntun peziarah tersebut dan bagian lainnya barulah dia makan
sendiri.
“Ekahari Baba” adalah orang suci yang hanya makan
satu kali saja setiap hari dan hanya memakan satu jenis buah-buahan
setiap makan. Menurutnya, pikiran kita hanya didesain untuk berpikir
satu hal setiap satu satuan waktu, kaki kita hanya bisa berjalan satu
arah saja dan demikian juga pencernaan kita akan lebih optimal jika
hanya mengkonsumsi satu jenis makanan saja setiap kali makan. Dia
mengatakan bahwa mahluk lain selain manusia pada dasarnya hanya memakan
satu jenis makanan saja setiap harinya dan mereka tetp sehat dan bugar,
hanya manusialah yang mengatasnamakan perkembangan selera mencampur
berbagai jenis makanan sekaligus. Hal itu mempengaruhi sistem pencernaan
dan mengundang berbagai penyakit. Jadi menurutnya, rahasia hidup sehat
dan bahagia adalah dengan makan satu macam makanan saja setiap kalinya,
cukup istirahat dan Yoga. Penjelasannya ini memang terbukti dari
penampilannya sendiri yang kelihatan bugar dan kekar walaupun umurnya
sudah tidak muda lagi.
Di lain tempat mungkin kita akan menyaksikan para
praktisi yoga yang dengan asyiknya tidur di atas papan berisi paku
tajam, berdiri dengan satu kaki, masuk ke dalam kobaran api dan berbagai
jenis kegiatan yang memperlihatkan kekebalan tubuh mereka. Mereka ini
adalah para pengikut “Hatta Yoga”.
Disamping para babaji yang sibuk dengan sadhana
mereka, di sekitar pegunungan Himalaya juga terdapat banyak kuil-kuil
dan tempat-tempat suci yang memiliki sejarah menarik dalam penurunan dan
penyebaran ajaran Veda. Ashram-ashram penting tempat berlangsungnya
proses belajar mengajar filsafat Veda juga banyak bertebaran disana.
Salah satunya adalah Ashram Parmanrthniketan di Rsikesha dan Ashram
Swami Shardananda yang memiliki koleksi Catur Veda, Purana dan Upanisad
yang sangat lengkap. Para anggota ashram juga terbiasa melakukan debat
filsafat (shastrarth) di antara mereka setiap hari sabtu. Mungkin dengan
adanya ashram-ashram seperti inilah ajaran Veda masih tetap eksis dan
terjaga autentikasinya meskipun India sempat dikuasai penjajah Muslim
dari abab ke 11 sampai abad ke 19 dan sangat banyak bangunan-bangunan
suci bersejarah dan pustaka-pustaka Veda dihancurkan, serta banyak para
sadhu dan sarjana Veda dibunuh, namun ajaran Veda masih tetap eksis.
Penduduk India yang berhasil di konversi menjadi
Muslim selama sembilan abad penjajahan tersebut tidak lebih dari 10%.
Demikian juga pada masa penjajahan Inggris, yang ditunggangi oleh para
kaum misionaris berusaha keras memusnahkan Hindu dan mengajarkan agama
Kristen dengan cara yang lebih “elegan” dibandingkan penjajah Muslim
sebelumnya. Para Indologis ini berusaha menyebarkan idiologi mereka
dengan melakukan berbagai bhakti sosial, penelitian dan penerjemahan
kitab-kitab suci Veda dalam bahasa Inggris yang tentunya semua usaha ini
diarahkan untuk kepentingan konversi. Namun sampai pada akhir
penjajahan, mereka hanya berhasil mengkonversi tidak lebih dari 1%
penganut Veda.
Tentunya semua ini tidak lepas dari peran aktif
para sadhu dan acharya yang bertebaran di seluruh India dan di
pegunungan Himalaya dalam menjaga kelestarian budaya Veda. Meski
demikian efek teori palsu dan terjemahan Veda mereka yang keliru
bagaikan bom waktu di Negara Barat. Dengan mengikuti pola pikir para
Indologis, sebagian besar orang Barat menjadi memandang sebelah mata
terhadap peradaban Veda dan menganggap Veda sebagai ajaran tahayul
primitif. Untunglah para suami dan acharya agung dari berbagi garis
perguruan membangkitkan kembali citra Hindu di dunia Barat. Bahkan saat
ini Hindu tumbuh di Barat.
Jika kita bisa berinteraksi langsung dengan mereka,
kita akan berpikir bahwa orang-orang sakti yang sering kali mengaku
diri sebagai Tuhan yang kita kenal saat ini ternyata tidak ada
apa-apanya dibandingkan dengan mereka yang menempuh kehidupan pertapaan
yang berat.
SANG LEGENDA: SAI BABA DARI SHIRDI
Membahas
kehidupan para pertapa di India, kurang lengkap bila tidak menampilkan
sosok legendaris ini. Dialah Sai Baba dari Shirdi, juga dikenal dengan
nama Shirdi Baba, ia adalah seorang Guru, mistikus Sufi, sekaligus
Mahayogi yang tinggal di Masjid Dwarakamayi. di Desa Shirdi, Distrik
Ahmednagar, Maharashtra, India. Pada awal perkembanganya, umat Hindu dan
Muslim menjadi pengikutnya. Pengikutnya juga menganggap ia sebagai
seorang Awatara atau avatar.
Di sebuah desa bernama Pathri yang terletak di
wilayah Nizam, tinggal sepasang suami istri yang taat bernama
Ganggabhava dan Devagiriamma. Sang istri adalah bhakta setia Dewi Gauri
(Pendamping Dewa Shiva, yang disebut pula Dewi Parvathi). Suaminya,
Ganggabhava adalah bhakta setia Dewa Shiva. Mereka tidak mempunyai anak.
Hal ini membuat mereka tidak terlalu memikirkan masalah duniawi. Mereka
menghabiskan waktu dengan melakukan pemujaan kepada Dewa Shiva dan Dewi
Parvathi. Ganggabhava menjalankan perahu sebagai mata pencahariannya.
Saat itu musim hujan dan air sungai meluap. Karena khawatir perahunya
akan terbawa banjir bila tidak diawasai, Ganggabhava memberitahu
istrinya bahwa ia akan pergi ke sungai dan akan tinggal di sana semalam
untuk menjaga perahunya. Sang istri menyiapkan makan malam untuk
suaminya pada jam 7 malam dan setelah suaminya pergi ia pun
menyelesaikan makan malamnya sendiri.
Wanita itu terkejut. Ia lalu pergi ke ruang
pemujaan, bersimpuh di kaki arca Dewi Parvathi dan menangis, “Oh Ibu
Yang Mahasuci, ujian berat apakah yang Kau berikan padaku ini? Apa yang
harus aku lakukan sekarang? Tolong selamatkanlah aku dari keadaan yang
sulit ini.” Beberapa saat kemudian ia mulai tenang. Ia mendapatkan ide
untuk meminta seseorang yang bisa dibayar untuk memijat tamunya.
Usahanya sia-sia dan ia pun kembali dengan putus asa. Tiba-tiba ada
ketukan di pintu samping. Ketika pintu di buka, seorang wanita masuk ke
dalam rumah dan berkata,”Ibu, sepertinya engkau datang ke rumah saya
untuk meminta bantuan guna merawat seseorang lelaki tua di sini. Saya
datang ke sini untuk menawarkan bantuan.” Devagiriamma sangat bergembira
karena ternyata doanya telah di jawab. Ia mengantar wanita itu ke
beranda dan meninggalkannya dengan lelaki tua itu dan kemudian ia
kembali ke kamarnya sendiri.
Tak lama kemudian, sekali lagi, pintu kamar
diketuk. Karena sekarang ada seoarang wanita lain di rumah, Devagiriamma
membukakan pintu tanpa rasa ragu. Ia mendapatkan Dewa Shiwa dan Dewi
Gauri berdiri dengan cahaya gemerlap. Ternyata lelaki tua dan seorang
wanita tadi tak lain adalah Dewa Shiwa dan Dewi Gauri yang sedang yang
menyamar untuk menguji kesetiaan Devagiriamma. Hati Devagiriamma
dipenuhi rasa bahagia dan ia menyentuh kaki mereka. Dewi Gauri
berkata,”Aku menganugerahkanmu seorang anak lelaki yang akan memberikan
kemuliaan bagi keturunanmu dan juga seorang anak perempuan sehingga
engkau bisa memperoleh punyam dengan menikahkannya dengan seseoarang.
Devagiriamma menyentuh kaki Dewa Shiva. Dewa Shiva pun berkata,”Anak-Ku
sayang, Aku sangat terkesan dengan bhaktimu. Aku sendiri akan lahir
sebagai manusia dalam diri anakmu yang ketiga.” Setelah mengatakan hal
itu mereka pun menghilang. Devagiriamma sangat gembira. Ketika fajar
tiba, suaminya pulang dan mendengar istrinya tentang segala hal yang
terjadi, suaminya enggan mempercayainya.
Waktu terus berjalan dan Devagiriamma pun
mengandung. Seperti yang sudah diperkirakan, ia melahirkan bayi
laki-laki. Satu tahun kemudian ia melahirkan seorang anak perempuan.
Ganggabhava menyadari bahwa dua peristiwa yang disebutkan oleh istrinya
sudah menjadi kenyataan. Sekarang ia mulai percaya bahwa Dewa Shiva dan
Dewi Parvathi sungguh-sungguh memberi istrinya darshan (penampakan
ilahi). Ia berkata kepada istrinya, “Engkau sangat beruntung, saya
tidak.”
KELAHIRAN
MASA KECIL SAMPAI DEWASA
Ada seorang Sufi Fakir tinggal di desa sekitar
hutan tersebut. Ia tidak mempunyai anak laki-laki. Ia menemukan bayi
yang terbuang itu dan membawanya pulang. Ia senang karena merasa Allah
telah memberikannya seorang bayi. Dari tahun 1838-1842 Masehi, anak itu
tumbuh di rumah Fakir. Setelah Fakir meninggal, istrinya yang kemudian
mengasuh anak lelaki itu. Shirdi Baba memiliki beberapa kebiasaan di
masa kecilnya, ia akan pergi ke kuil Hindu dan berteriak, “Akulah Allah”
dan “Allah Malik Hai” (Tuhanlah Yang Mahakuasa). Di sisi lain ia pergi
ke Masjid, menangis dan berkata, ‘“Rama adalah Tuhan” dan “Shiva adalah
Allah” Karena kelakuanya itu, pemeluk dari umat Hindu dan Muslim
tersebut mengeluh kepada istri Fakir. Ia mengalami kesulitan mengasuh
anak lelaki itu dengan benar. Ia kemudian membawa anaknya ke seorang
terpelajar dan memiliki ashram yang bernama Venkusa. Dari tahun
1842-1851, anak lelaki itu diasuh oleh Venkusa. Ia mengasuhnya dengan
kasih sayang dan perhatian. Hal tersebut membuat kecemburuan dan
kedengkian pada penghuni lain yang juga tinggal di ashram Venkusa. Suatu
hari ia pergi meninggalkan ashram dan mengembara dari satu tempat ke
tempat lain selama beberapa tahun.
PEMBERIAN NAMA SAI
Dalam pengembaraanya, ia sampai ke desa yang
bernama Dhupkeda. Selama ia tinggal di sana, ada acara pernikahan di
desa itu di rumah Chand Bhai Patel. Bhagat Mahalsapati melihat keilahian
Fakir muda itu dan menyambutnya dengan “Ya Sai” (Selamat Datang Sai).
Orang-orang lainnya juga menyebutnya dengan nama Sai dan sejak itu
dikenal dengan nama Sai Baba.[7] Nama “Sai Baba” merupakan kombinasi
kata dari bahasa Persia dan India. Sāī (Sa’ih) dalam bahasa Persia
merupakan sinonim dari kata Brahmajnani (bahasa Sanskerta) artinya orang
yang telah mencapai Realisasi Diri. Sai juga dapat berarti Tuhan
Sedangkan Baba adalah kata dalam bahasa Indo-Arya yang merujuk pada
sebutan hormat untuk bapak, kakek, orang yang dituakan. Nama Sai Baba
merujuk pada makna “Bapa Suci”
Setelah mengikuti acara pernikahan itu, si Fakir
muda mengembara ke Desa Shirdi pada tahun 1857. Ia tinggal di sana
sampai ia wafat tahun 1918. Disana ia tinggal di Masjid Dwarakamayi. Di
masjid tersebut ia mulai mengajar umat Hindu dan Muslim.
MAHASAMADHI
Sai Baba pun kemudian Mahasamadhi pada 15 Oktober,
1918 pukul 2:30 sore. Dia mengambil Mahasamadhi di pangkuan salah satu
pengikutnya dan kemudian dimakamkan di “Booty Wada” sebagaimana
keinginannya. Kemudian sebuah tempat suci dibangun di tempat itu dan
kemudian dikenal sebagai Samadhi Mandir.[11] Hari saat Shirdi Baba
mahasamadhi adalah hari yang sangat suci bagi umat Hindu dan bagi umat
Islam dimana festival Hindu Dassera dan hari raya Muslim, Muharram telah
datang pada hari yang sama. Ini juga merupakan tanda kebesarannya
sebagaimana orang-orang percaya bahwa jiwa-jiwa mulia meninggalkan bumi
pada beberapa hari suci datang sekaligus.
PENEGASAN JANJI
Setelah Shirdi Baba mahasamadhi, para pengikutnya
merasa sangat sedih. Pengikut setianya yang bernama Abdullah sangat
cemas dengan keadaan ini. Dia akan menghabiskan begitu banyak waktu di
Samadhi Mandir dengan kesedihan. Suatu hari Shirdi Baba menampakkan
dirinya secara fisik kepada Abdullah dan berkata: “Abdullah, samadhi
mandir hanyalah untuk tubuh, tetapi siapa yang sebenarnya mampu
memakamkan Aku? Aku bersifat kekal. Aku akan berinkarnasi di Andhra
(India Selatan) setelah delapan tahun”. Setelah berkata seperti itu,
Shirdi Baba kemudian menghilang. Dengan kata-kata tersebut Abdullah
menjadi tenang.[12]
AJARAN
Kisah hidup Shirdi Baba merupakan pesan-pesan ajaranya. Beberapa diantaranya adalah:
•Tauhid atau Advaita Vedanta
Sejak kecil ia mengatakan “Rama adalah Tuhan” dan
“Shiva adalah Allah”.Ia memberikan nasihat yang terus menerus kepada
setiap orang : “Rama dan Rahim adalah satu dan sama, tidak ada satupun
perbedaan di antara mereka, jadi mengapa para pemujanya menjadi terpisah
dan bertengkar di antara mereka? Kalian rakyat bodoh, kanak-kanak,
saling berpegangan tanganalah dan kumpulkan dua masyarakat itu bersama.
Tuhan akan melindungi kalian” Ia juga membiarkan ritual umat Hindu dan
Islam di Masjid Dwarakamayi tempat dimana ia tinggal. Nasehatnya
mengajarkanTauhid dalam Islam atau disebut Advaita Vedanta dalam Hindu
yang berarti Keesaan Tuhan .
•Menyanyikan Nama Suci Tuhan
Sai Baba mendorong pengikutnya untuk berdoa,
menyanyikan nama-nama Tuhan yang manapun, membaca Al-Fatihah,
mempelajari kitab suci Al-quran dan teks-teks Hindu seperti Ramayana,
Wisnu Sahasranam (Seribu Nama Wishnu), Bhagavad Gita, Yoga
Wasista[14][15] Kadang-kadang ia membaca Al-Fatihah sendiri, Baba juga
senang mendengarkan moulu dan qawwali disertai dengan tabla dan sarangi
dua kali sehari.
•Pelayanan
Beberapa kata-kata yang ia ucapkan kepada para
bhaktanya adalah: “Tuhan pasti akan senang, kalau engkau memberikan air
kepada yang haus, roti kepada yang lapar, pakaian kepada mereka yang
telanjang dan berandamu kepada orang asing untuk duduk dan beristirahat.
Jika seseorang meminta uang kepadamu dan engkau tidak ingin memberi,
jangan berikan, tetapi jangan menghardiknya seperti anjing. Biarkan
siapapun menjelekkan engkau, jangan membencinya dengan memberikan
jawaban sengit apapun. Jika engkau selalu toleran dengan hal semacam itu
engkau pasti akan bahagia.” ”
•Ketidakterikatan
Cara mengajar Shirdi Baba cukup unik dan eksentrik.
Seperti gaya berpakaianya, ia memakai kafni sederhana, kusam dan robek,
hal tersebut untuk mengajarkan ketidak terikatan kepada para
pengikutnya. Ia kadang-kadang meminta sedekah kepada bhaktanya yang satu
tetapi menolak menerima sedekah dari bhaktanya yang lain. Ia mengatakan
meminta sedekah untuk mengambil keterikatan bhaktanya. Cara ia
memberkati bhaktanya juga cukup unik, ia tak segan-segan mengatakan
kepada bhaktanya: “Semoga kamu mati”, “kamu anjing”, “kamu keledai”.
Saat ditanya tentang maknanya, ia berkata: “semoga kamu mati” berarti
semoga seluruh keinginan, kemarahan dan keterikatanmu hancur. “kamu
anjing” berarti semoga kamu memiliki iman, kepercayaan dan kesetiaan
seperti anjing. “kamu keledai” berarti melayani tanpa mengharapkan
penghormatan
•Penghancuran Ego
Suatu ketika seseorang datang ke Shirdi untuk
memotret Shirdi Baba. Baba melihat mereka dan bertanya pada orang
terdekatnya Mohan Shyam.”Shyam, kenapa mereka datang ke sini?” Shyam
menjawab, “mereka datang untuk memotretmu”. Baba menjawab, “Tidak,
tidak. Katakan pada mereka untuk tidak memotret-Ku. Tak mudah
memotret-Ku. Dindingnya harus dihancurkan terlebih dahulu.” Maksud dari
kata-katanya adalah, ia bukanlah tubuh dan ia adalah Parabrahman (Tuhan
yang tak berwujud, tunggal, kekal abadi). Untuk bisa melihat atau
“memotret” (mengenal) Parabrahman tidaklah mudah. Dinding ego (si aku)
yang menghalanginya harus dihancurkan terlebih dahulu.
Shirdi Baba juga membuat dhuni (tempat pembakaran
kayu) di Masjid Dwarakamayi yang menghasilkan udhi (abu suci), yang
bermakna untuk bisa memasuki Rumah Tuhan, seseorang harus membakar
egonya hingga hancur seperti abu.
MUKJIZAT ILAHI
Kehidupan dan tingkah laku Sai Baba dari Shirdi
cukup misterius, bahkan kadang-kadang orang terdekatnya tidak mengerti
makna apa yang ia lakukan. Ia juga biasa melakukan mukjizat antara lain
menyembuhkan wabah kolera dengan udhi-nya (abu suci), menyelamatkan para
pengikutnya dari musibah, mengubah air menjadi minyak, ia mempunyai
kemampuan memahami bahasa binatang, juga berbicara dalam berbagai
bahasa.
Suatu ketika ada seorang anak bermain kelereng
dengan Shirdi Baba kecil. Shirdi Baba kecil terus menang. Karena anak
itu kehabisan kelereng, anak itu mengambil batu Saligram emas (yang
bentuknya mirip kelereng) di altar rumahnya. Baba menang lagi da ia
mengambilnya. Anak itu marah dan meminta agar Baba mengembalikannya.
Tetapi Baba tidak mau karena ia sudah memenangkannya. Sadar batu
saligram untuk acara ritual ibadah hilang, Ibu pemilik batu saligram itu
menanyakan hal tersebut pada anaknya. Mendengar batu saligramnya
diambil oleh Shirdi Baba kecil, Ibu tersebut mencari lalu menarik
telinga Shirdi Baba kecil agar mengembalikan batu saligram tersebut.
Tetapi Shirdi Baba kecil malah menelannya. Ibu itu kemudian memaksa
Shirdi Baba kecil agar membuka mulut. Dengan lugunya ia membuka mulut.
Ibu itu terkejut melihat alam semesta berada di mulut Shirdi Baba.
Orang terdekatnya yang bernama Mohan Shyam, suatu
ketika ia mengintip kegiatan Shirdi Baba di malam hari. Ia melihat
Shirdi Baba berbicara sendiri dengan berbagai bahasa. Saat Mohan Shyam
bertanya kenapa Shirdi Baba melakukan hal itu. Ia menjawab bahwa;
“Umat-Ku yang Aku urus bukan hanya engkau saja, Aku sedang menjawab
doa-doa umat manusia di seluruh dunia.”
PERKEMBANGAN GERAKAN
Dalam perkembangannya, Sai Baba kemudian dianggap
sebagai Pir oleh beberapa kelompok sufi. Meher Baba menyatakan Shirdi
Baba sebagai Qutub-e-Irshad– yang tertinggi dari lima Qutub.
Baba juga dihormati oleh tokoh terkemuka dari
Zoroastrianisme seperti Nanabhoy Palkhivala dan Homi Bhabha dan telah
dianggap sebagai tokoh yang paling populer dari non-Zoroaster yang
menarik perhatian umat Zoroaster.
Sai Baba dari Shirdi dianggap sebagai simbol
pemersatu agama-agama dan umat manusia. Tempat suci dan organisasi untuk
penghormatan Shirdi Baba kemudian didirikan tidak hanya di India bahkan
meluas sampai Malaysia, Singapura, Australia dan Amerika Serikat.
Comments
Post a Comment
tuliskan komentar anda untuk tanya jawab seputar ilmu di atas dan juga silakan menjawab komentar sedulur yang kira2 bisa menjawab isi komentar yang sudah ada.
terima kasih..