Ajian Kasampurnaan Menggapai Kesadaran Ruh
ILMU KASAMPURNAN MENGGAPAI KESADARAN RUH
Seperti rerumputan, aku tumbuh berkali-kali ditepian
sungai yang deras mengalir
Selama ribuan tahun aku hidup, berkarya
Dan berusaha dalam beraneka ragam tubuh
Waktu melaju tiada henti-hentinya,
seperti setetes air aku menyatu dengan lautan
Tapi saksikanlah bagaimana aku menyatu dari situ
Sebagaimana embun aku melayang-layang
diatas samudera keabadian
Dan muncul sebagai gelombang yang menderu dilautan
-Mansyur Al Hallaj-
Manusia
yang sudah bisa mengendalikan kerja akal dan hati akan lebih mudah
mengenal tuhan daripada mereka yang masih terkungkung pada diri yang
hanya berorientasi pada fisik semata. Lebih tinggi lagi, sebagian
manusia yang sudah bisa mengaktifkan kerja akal Fikr sebagaimana firman
Allah ta’ala: afala tatafakkaruun. Dengan fikr ini manusia sudah mampu
menjangkau hal-hal yang tidak tampak di dunia ini. Mari kita bedah hal
ini secara lebih detail dengan tujuan agar kita bisa bertambah wawasan
sekaligus berani mencoba untuk meluruskan NIAT DAN LAKU MENEMBUS ALAM
MIKRAJ….
Sangat banyak faktor
yang dapat menghambat evolusi jiwa/ruhani kita dalam pencapaian tingkat
yang lebih sempurna. Agar di dalam menghadap menuju Sang Sumber penuh
dengan kepasrahan untuk menyatu ke dalam relung-relung keabadian. Faktor
penghambat itu antara lain adalah gambaran, khayalan, lamunan atau
anggapan-anggapan yang merintangi dan menghalangi atau mengganggu diri
kita dalam mencapai derajat tinggi disisiNya. Haruslah segala rintangan
itu dibuang jauh-jauh, harus disingkirkan. Segala emosi yang melekat
pada diri kita disaat berinteraksi dengan keduniaan, hapuslah semuanya.
Supaya jiwa kita dan semangat kita berkembang dengan teguh serta bebas
sehingga dapat memantapkan kepercayaan kepada diri pribadi kita
sebagaimana yang telah kita saksikan di alam Mi’raj.
Adapun yang sering menimbulkan halangan itu adalah berasal dari diri sendiri, yaitu perasaan kita yang sering merasa kecewa,
marah, ragu, merasa rendah, dhaif, merasa bodoh, bimbang, khawatir,
suka, duka dan gembira yang selalu mudah untuk dikuasai oleh emosi kita.
Hal ini merintangi diri kita dalam penyaksian terhadap NUR ILAHI
yang sangat jauh dari cacat dan kekurangan sedikitpun. Buanglah
jauh-jauh pikiran yang menganggap remeh apa yang telah kita saksikan,
memang setiap individu berbeda-beda kadar penyaksiannya, tetapi bagi
kita yang belum mencapai tingkat penyaksian yang sempurna atau
sedikitnya tawhid (menyatu) terhadap Cahaya yang kita saksikan untuk
memasuki lorong NURUN ALA NURRIN dalam gilang-gemilang kemegahan
Cahaya-Nya, jangan lantas berpikir Cahaya yang ada di dalam diri kita
itu kalah dengan Cahaya yang ada di luar.
Itu adalah suatu hal
yang amat buruk dan keburukannya (akibatnya) akan menimpa dirinya
sendiri. Berusahalah dengan kesungguhan yang mantap memperkuat karep
(tekad) kita dalam mengikuti kehendak Tuhan, dengan tuntunan kitab yang
ada dalam diri pribadi kita masing-masing. Muliakanlah, Agungkanlah,
sanjunglah dan hormatilah sebagai barang yang amat berharga yang ada
pada diri pribadi kita. Tebalkanlah keyakinan kita dan sentausakanlah
Iman kita serta pergunakan kejujuran hati kita untuk menghindari
perbuatan yang sesat. Usahakanlah agar kita selalu ingat dan waspada,
bijaksana dan selalu berbuat kebajikan. Perhatikan hasil dan keuntungan
yang keluar dari prosesnya pikiran pribadi yang baik (Positive
Thingking), disertai dengan laku yang benar. Berdasarkan pada kesopanan
dan kesantunan serta kejujuran, menggunakan pikiran yang tajam, jernih
dan merdeka.
Singkirkanlah
sifat-sifat yang buruk, yaitu menuruti hawa nafsu yang rendah dan juga
hilangkanlah sifat-sifat yang mementingkan diri sendiri serta pandangan
yang keliru dan picik. Bertindaklah untuk mengikuti jalan utama.
Sempurnakanlah dalam memelihara keimanan yang teguh untuk mendekati dan
memegang kesempurnaannya. Agar nanti kita tidak akan kekurangan
penerangan dalam perjalanan menuju ketentraman dimana kita akan menerima
warisan keberkahan yang abadi. Maka tiada lain bagi kita yang masih
baru dalam mengenal dan berusaha akrab dengan diri pribadi kita,
haruslah melatih diri dengan pekerti luhur, memberi dorongan kepada
tujuan yang semestinya. Beruzlah atau Tafakur untuk berusaha membuang
(melepaskan) beban sampah dikepala. Berkonsentrasi, kemudian mencurahkan
segenap cipta kearah sasaran yang sering kita sebut RUPA SEJATI,
sebagaimana kita semua saksikan.
Hendaklah TAFAKUR itu
dilakukan dengan rutin dan dengan penuh kesungguhan dalam melewati
fase-fase untuk mencapai tafakur sempurna yang penuh dengan kenikmatan.
Karena telah mampu mengalahkan diri sendiri dari tabiat-tabiatnya kearah
negatif (Nafsu rendah) dan membawa ke dalam pimpinan yang telah
disinari Cahaya Keluhuran (Cahaya Nur Muhammad) Sebagaimana yang
diterangkan dalam Al Qur’an, bahwa dalam diri setiap manusia ada rasul
yang harus dijadikan panutan. “Ketahuilah bahwa pada engkau ada Rasul
Allah, Dia dalam banyak urusan selalu mengikuti engkau, tetapi jika
engkau tidak mengikuti dia tentulah engkau akan mendapat kesusahan, maka
Allah menjadikan engkau Cinta kepada keimanan dan menjadikan Iman suatu
hiasan dalam hatimu, dan menjadikan engkau benci kepada kekafiran,
kefasikan dan kedurhakaan. Yang demikian itulah orang-orang yang
mengikuti Jalan lurus.” (QS. Al Hujarat , 49 ayat 7 )
Untuk itulah, bagi para
penempuh jalan spiritual harus terus-menerus istiqomah memperbaiki
diri, meningkatkan kadar pencerahan ruhani kita agar evolusi ruhani kita
semakin maju ketingkat/maqam yang lebih baik, dari hari kehari.
Sehingga kita tidak mengalami stagnasi/berhenti ditempat atau bahkan
mundur dan melupakan amanat yang telah diberikan, yaitu Cahaya yang ada
pada diri kita masing-masing.
SIFAT 20
Sasaran evolusi ruhami
manusia sesungguhnya adalah meningkatkan kemampuan sifat 20 yang
dimiliki oleh Ruhani kita. Diri kita akan semakin peka dan sensitif
apabila kita semakin sering berlatih, bertafakur, meditasi dan sering
melakukan Laku Mi’raj. Diri sejati yang didiami oleh sifat Allah antara
lain sifat Ilmu dan bashar, akan memberikan petunjuk kepada kita
terhadap permasalahan yang kita hadapi. Sehingga petunjuk yang kita
dapatkan menjadi solusi dan jalan keluar terhadap permasalahan kita.
Apabila kita tertidur kemampuan dari Jiwa/ruhani kita akan lebih dominan
atau bangkit.
Hal ini terjadi
dikarenakan ruhani kita terlepas dari pengaruh fisik yang selama
seharian selalu lebih dominan mempengaruhi hidup keseharian kita. Beliau
juga menjelaskan perbedaan antara Mati, Tidur dan Tafakur serta Laku
Mi’raj sangat tipis sekali perbedaannya. Perkara Mati, Tidur dan
Tafakur (Mi’raj) sama-sama mengalami disfungsi pengaruh fisik. Mulai
dari panca indra dan fungsi fa’al dalam diri kita. Perbedaan yang
mencolok hanya pada proses mengalami SADAR atau tidak SADAR saat
melepaskan pengaruh fisik dan fa’al pada diri kita.
Bila pengaruh fisik
kita melemah, secara otomatis pengaruh ruhani kita akan menguat.
Pengaruh ruhani inilah yang sering disebut dengan kemampuan Sifat 20.
Ada sekitar 8 kemampuan/sifat yang muncul saat ruhani kita bangkit.
Sifat ini adalah 8 dari 20 sifat yang kita kenal dalam pembahasan sifat
20. Sifat itu adalah sebagai berikut : Wujud (sifat 1), Baqa
(kekal-sifat 3), Mukhalafah lil Hawadis (Tidak ada sama dengan
apapun-sifat 4), Iradat (Kehendak/karsa-sifat 8), Hayat (Hidup-sifat
10), Sama’ (Mendengar-sifat 11) Bashar (Melihat-sifat 12), Qalam
(Bersabda-sifat 13). Inilah kemampuan/sifat yang harus terus dipupuk
sehingga semakin peka dan sensitif. Sehingga kita bisa untuk selalu
ingat, Sabar dan Waspada terhadap segala ketentuan yang Allah tetapkan.
Dalam pandangan para
Wali tanah Jawa, Roh manusia itu mengandung sifat dua puluh. Jadi sifat
dua puluh hakikatnya diperuntukkan kepada manusia, karena sifat dari
Maha Roh tidaklah terbatas, bukan terbatas hanya dua puluh sifat saja.
Penjelasan sifat dua puluh menurut para Wali tanah Jawa, dapat diuraikan
dengan penjelasan bahwa Sifat dua puluh dapat dibagi menjadi empat
bagian yaitu Wujud, yang dimasukkan dalam bagian Nafsiah, yang berarti
kepribadian yang ditiupkan Allah kepada manusia. Qidam, Baqa,
Mukhalafatu lil hawadits, Qiyamuhu bi nafsihi dan Wahdaniyah, yang
dimasukkan dalam bagian Salbiyah, yang berarti keterangan dari
kepribadian yang ditiupkan Allah kepada manusia. Qudrat, Iradat, Ilmu,
Hayat, Sama’, Bashar dan Qalam, yang dimasukkan dalam bagian Ma’nawi,
yang berarti kemampuan dari kepribadian yang ditiupkan Allah kepada
manusia. Qadiran, Muridan, ‘Alimun, Hayum, Sami’an, Bashiran dan
Mutaqaliman, yang dimasukkan dalam bagian Ma’nawiyah, yang berarti
keistimewaan dari kepribadian yang ditiupkan kepada Allah kepada
manusia.
Jadi berdasarkan
pembagian sifat dua puluh seperti tersebut diatas dapat disimpulkan
bahwa Roh manusia itu ada Wujudnya, yaitu berupa Cahaya Yang Terang
Benderang. Hal ini dikarenakan Roh manusia adalah bagian dari Maha Roh (
Allah ) dan kita telah membahas di awal tulisan ini, bahwa hakikat
sesungguhnya dari Wujud Allah adalah Cahaya Diatas Cahaya atau Nurun
‘ala Nurin, sehingga Roh manusia yang merupakan bagian dari Maha Roh
(Allah), Wujudnyapun adalah Cahaya. Dengan kata lain Roh manusia adalah
percikan (emanasi) dari Cahaya Allah. Dalam doktrin tasawuf, Roh manusia
sering disebut dengan istilah Nur Insan, sedangkan Allah sering disebut dengan Nur Allah.
Nur Insan adalah percikan dari Nur Allah. Nur Insan (Roh manusia) ini
mempunyai empat ciri (salbiyah) yaitu Qidam (tidak berawal dan
berakhir), Baqa (kekal), Mukhalafatu lil hawadits (tidak serupa dengan
apapun), Qiyamuhu bi nafsihi (bangkit dengan sendirinya), dan Wahdaniyah
(tunggal).
Nur Insan (Roh manusia)
ini juga mempunyai tujuh kemampuan (ma’nawi) yaitu Qudrat (kuasa),
Iradat (kehendak), Ilmu (pengetahuan), Hayat (hidup), Sama’ (mendengar),
Bashar (melihat) dan Qalam (berkata). Kemudian Nur Insan (Roh manusia)
mempunyai tujuh keistimewaan (ma’nawiyah) yang diberikan oleh Maha Roh
(Allah) yaitu Qadiran (Maha Kuasa), Muridan (Maha Berkehendak), ‘Aliman
(Maha Berpengetahuan), Hayum (Maha Hidup), Sami’an (Maha Mendengar),
Bashiran (Maha Melihat) dan Mutaqaliman (Maha Berkata). Keistimewaan
tersebut diberikan Allah kepada manusia dengan syarat Roh manusia itu
selalu berhubungan kepada-Nya. Keistimewaan ini bersifat “TANAZUL
TARAQI” (turun naik) artinya keistimewaan tersebut hanyalah kehendak
Allah semata dan biasanya keistimewaan ini muncul apabila Allah ingin
memperlihatkan kekuasaannya kepada para makhluk-Nya.
Keberadaan Roh-Ku dalam
jasmani manusia bersifat transenden dan imanen, artinya disatu sisi
Roh-Ku tersebut berada dan menyatu dalam jasmani, disisi lain Roh-Ku
tersebut berada di luar dan tidak menyatu dengan jasmani manusia. Inilah
salah satu kelebihan Roh-Ku yang ditiupkan Allah kepada manusia. Ketika
Roh-Ku ditiupkan ke dalam jasmani maka kedua bangunan itu saling
berinteraksi, yang melahirkan kemampuan akal. Kata “Akal” merupakan kata
serapan dari bahasa Arab yaitu “Iqal” yang berarti ikatan atau belengu.
Akal merupakan suatu kemampuan dari tiga unsur ikatan yaitu cipta, rasa
dan karsa.
TANAZUL(MENURUN)
Dzat Tuhan yang tidak
bernama, karena tidak ada satu nama pun yang mampu mewakili
keberadaanya. Maka ia di sebut Aku. Inilah tuhan sejati, hidup sejati,
sebagaimana diidam-idamkan oleh syekh siti jenar. Inilah martabat
ahadiyah dalam tataran martabat tujuh. Tuhan sejati atau Aku ini berdiri
sendiri tiada berawal dan berakhir, serta maha esa. Dia sendiri dan
ingin di kenal, namun tidak ada yang dapat mengenalnya karena tidak ada
yang lain selain dirinya. Dia berkeinginan menciptakan makhluk agar
makhluk tersebut mengenal-nya.
Tuhan menciptakan suatu
makhluk dengan bahan dirinya, karena tidak ada bahan lain. Jadi makhluk
yang akan dia ciptakan itu berasal dari dirinya sendiri, atau dengan
kata lain makhluk itu bukan barang baru namun hanya penampakan lain dari
rupa diri tuhan. Sebagaimana dijelaskan ibnu arabi awal penciptaan
dimulai dengan iradah dari Allah Ta’ala. Sebagaimana firmanNya idza
araada syai’an an yaqulalahu kun fayakun (jika dia telah berkehendak
terhadap sesuatu, cukup dia mengatakan jadi’maka jadilah ia) segala
sesuatu di alam semesta ini menjadi ada karena irodat atau kehendak
Tuhan.
Penampakan tuhan dalam
kualitas menurun agar lebih mudah di kenal. Dzat Tuhan terlalu suci
untuk dikenal, dan nama Allah merupakan jembatan atau jalan tengah agar
dia dapat lebih mudah dikenal. Tahapan ini biasa disebut dengan Martabat
Wahdah.
Tuhan turun agar
semakin mudah dikenali yakni Nur Muhammad. Nur Muhammad pada tahapan ini
bersifat mendua, yakni selalu berpasang-pasangan sebagai cikal bakal
penciptaan alam semesta. Tahapan ini biasa di sebut Martabat Wahidiyat.
Bahan penciptaan alam semesta berasal dari Nur Muhammad pada martabat
ini. Semuanya terkumpul menjadi satu.
Dari Nur Muhammad yang
telah bersifat kemakhlukan ini, terurai menjadi bagian-bagian halus yang
belum nampak. Itulah roh-roh atau alam arwah. Roh merupakan sumber
kehidupan bagi tiap-tiap benda. Roh ini berasal langsung dari Tuhan,
ibarat diembuskan dari dirinya. Kehidupan syarat mutlak bagi makhluk
untuk dapat mengenal Tuhan, maka dia menjadikan roh-roh ini sebagai
sumber kehidupan. Hidup makhluk ini berasal dari roh-roh ini.
Sumber kehidupan berupa
roh ini tidak akan mampu mewakili keinginan Tuhan jika tidak disertai
sarana atau wadah. Untuk itu, Tuhan menjadikan wadah bagi kehidupan
tersebut. Nur Muhammad yang bersifat makhluk itu terurai menjadi
bagian-bagian terpisah yang masih halus. Inilah alam misal. Di dalamnya
terkumpul berbagai jenis makhluk, seperti Malaikat, jin, iblis, jiwa
manusia , surga, neraka, dan sebagainya. Dalam Alam misal ini manusia
sudah ada namun masih berbentuk jiwa. Ia belum memiliki raga.
Selanjutnya Tuhan menampakkan Dzatnya sebagai wadah perbuatan, nama, dan
sifatnya, sehingga muncullah alam ajsam.
Pada alam ajsam ini,
Tuhan menampakkan diri secara menyeluruh. Raga adalah perwujudan rupa
dirinya. Perbuatan, nama dan sifat alam semesta adalah wajahnya. Semua
itu terbungkus dalam sifat kemakhlukan yang serba mendua, ada hitam dan
putih, ada baik dan buruk, ada senang ada sedih. Jadi, hidup sebagai
makhluk selalu diliputi sifat ketidaksempurnaan. Lain halnya Dzat Tuhan
yang mandiri, langgeng, tunggal, tidak tersentuh rasa lapar, ngantuk,
sakit dan sedih.
Setelah mengetahui
hakikat diri secara menurun ini, maka tahulah bahwa alam semesta ini
pada hakikatnya adalah gambaran rupa Tuhan. Manusia adalah makhluk yang
paling sempurna, karena dibekali kemampuan untuk mendaki dan menyatu
dengan Dzat maulana wajibul wujud hingga menjadikan dirinya sebagai
wakil tuhan di dunia. Inilah manusia sempurna, manusia yang telah sampai
pada hakikat dirianya, yakni Dzat yang sempurna. Hidup Sejati
sebagaimana yang di ajarkan oleh para Wali, yang bermuara pada penyatuan
kepada NYA.
TARAQI(MENDAKI)
Kehidupan yang di lihat
orang-orang ini adalah kehidupan paling luar, fisik semata. padahal
fisik atau jasmani ini adalah hijab atau penghalang Tuhan yang paling
luar. Kebanyakan orang tertipu oleh penampakan jasmani ini. Manusia yang
hidupnya hanya beroientasi pada fisik semata, ia tidak lebih seperti
bangkai. Fisik manusia tidak ada bedanya dengan fisik hewan, tumbuhan,
dan benda-benda bumi lainya.
Semuanya berasal dari
unsur tanah, air, api, udara, kenyataanya hampir semua orang saat ini
lebih disibukkan dengan urusan fisik ini. Menjadikan fisik ini sebagai
tolak ukur dalam hidupnya. Banyak sekali contoh yang bisa di lihat dalam
kehidupan sehari-hari kita. Maka lengkaplah kebanyakan manusia lebih
disibukkan dengan urusan-urusan fisik semata sehingga semakin tebal
dinding untuk dapa melihat Tuhan.
Manusia adalah makhluk
yang berjiwa ia di beri anugerah akal untuk dapat berpikir. Inilah yang
membedakan derajat manusia dengan makhluk yang lain. Manusia juga di
beri anugerah hati agar dapat merasakan. Manusia yang telah mampu
mengaktifkan akal dan hatinya berarti ia telah selangkah lebih maju di
bandingkan manusia yang sekedar mengandalkan kelebihan fisik semata. Ia
telah mampu menggunakan akal dan hatinya namun Tuhan memberikan akal dan
hati inipun rupanya bertingkat-tingkat.
Kerja akal manusia yang
paling bawah adalah ‘aql atau akal, sebagaimana di sebutkan dalam
alqur’ANAFALAA TA’QILUN. Kerja akal ini adalah memikirkan segala sesuatu
yang bersifat kealaman. Dengan menggunakan akal ini akan ditemukan
kebenaran dan kesalahan serta kebaikan dan keburukan, dalam perspektif
duniawi. Demikian pula dengan kerja hati ia juga memiliki beberapa
tingkatan, yang terendah adalah qalb atau hati yang selalu
berbolak-balik, kadang baik kadang buruk. Manusia yang hanya menggunakan
kerja ‘aql dan qalb ini cenderung akan serakah pada dunia. Ia akan
rakus mencari uang. Kalaupun berbuat baik, lebih sering hal tersebut di
sertai dengan pamrih lainya.
Inilah hijab Tuhan yang
lebih tipis dibandingkan dengan fisik. Setidaknya manusia yang sudah
bisa mengendalikan kerja akal dan hati yang pertama ini akan lebih mudah
mengenal tuhan daripada mereka yang masih terkungkung pada diri yang
hanya berorientasi pada fisik semata. Lebih tinggi lagi, sebagian
manusia yang sudah bisa mengaktifkan kerja akal kedua, yakni Fikr
sebagaimana firman Allah ta’ala: afala tatafakkaruun. Dengan fikr ini
manusia sudah mampu menjangkau hal-hal yang tidak tampak di dunia ini
namun nyata kebenarannya seperti”: surga, neraka, malaikat, setan,
pahala, dosa dan sebagainya.
Agama Islam diturunkan
dengan membawa kabar gembira tentang adanya surga beserta kenikmatanya
yang ada didalamnya. Juga membawa peringatan kepada manusia tentang
adanya siksa yang pedih di akhirat kelak. Kebanyakan manusia sulit untuk
dapat mengenal tuhan secara sempurna, maka Nabi Muhammad SAW diutus
untuk memberikan jalan tengah agar mereka menyembah Tuhan sesuai
kemampuanya.
SHOLAT
Dalam shalat itu
terdapat empat perkara. Pertama, adalah ihram; kedua miraj, ketiga
munajat, dan keempat tubadil. Yang dimaksud dengan ihram adalah
penglihatan. Miraj adalah di atas penglihatan, yaitu hakikat tunggal.
Munajat adalah satu perkataan dari satu penglihatan, yaitu hilangnya
tunggal. Tubadil adalah merasakan gerak dirinya itu adalah gerak Tuhan
sebagai hakikat tunggal. Jika empat perkara itu sudah terkumpul menjadi
satu, maka hamba tersebut telah tenggelam pada zat Allah yang mutlak,
dan telah berenang timbul pada sifat Hayyun (Hidup). Menurut Hukum
hakikat, jika seseorang yang shalat belum seperti itu, maka termasuk
penyembah berhala.
Shalat itu terdiri atas
empat macam, yaitu : pertama, shalat syariaat dengan cara melakukan
ruku, sujud, dan duduk. Kedua, shalat tarikat dengan cara menjernihkan
hati dan perasaan kibir. Ketiga shalat hakikat dengan cara menjernihkan
hati dan nafsu lawwamah dan amarah. Keempat, shalat marifat dengan cara
hatinya terus menerus melihat Allah, dan meninggalkan selain Allah.
Itulah yang disebut dengan shalat daim, yaitu hatinya selalu ingat
kepada Allah. Namun tarikat ini tetap mengajarkan shalat sesuai dengan
syariat dengan jiwa shalat daim.
MAKRIFAT SYUHUD
Tuhan itu nyata dalam
diri hamba tanpa tabir. Untuk melihatnya melalui ruhani dengan proses :
Jasad-Rahsa-Allah. Junaidi al-Baghdadi dan Abu Yazid al-Bustami berkata
:Artinya : wujud itu sebagai penghalang. Tak lain dan tidak bukan
wujudmu yang majazi. Maksudnya, dengan merasakan bahwa hamba itu
berwujud, maka akan menjadi penghalang untuk marifat pada Allah. Dengan
kata lain, seseorang tidak akan dapat fana jika merasa dirinya berwujud.
Untuk itu proses yang ditempuh melaui : Jasad-rahsa (sirr)-Allah. Jasad
lebur menjadi nyawa, nyawa lebur menjadi rahsa. Rahsa lebur sirna
pulang pada jati dirinya, yaitu hanya Allah yang wujud yang tidak
berubah. Hal ini seperti pernyataan Pangeran Giri : Pulang-mati-hilang.
Yang mati adalah nafsu, yang pulang adalah rahsa, yang hilang adalah
penglihatan jadi lebur pada Allah. Muhammad juga lebur pada Allah. Allah
bersabda dalam hadis qudsi : Artinya : Manusia itu adalah rahsa (sirr)
Ku, dan Aku adalah sirr manusia. Dari sini nampak bahwa hamba dan Tuhan
itu berbeda, di mana sirr manusia digunakan untuk syuhud pada Allah.
Setelah manusia mati, sirr kembali kepada Tuhan.
Orang-orang sufi telah
membicarakan marifat dan tauhid dalam arti mengenal Tuhan secara
langsung dengan pandangan batin yang telah mendapat pencaran-Nya, dan
tenggalam dalam keesan-Nya yang mutlak itu sedemikian rupa, sehingga
yang dipandang ada hanya Dia (Fariduddin Attar, 1905 : 127). Bagi sufi,
nampaknya, Tuhan itu bukan hanya dikenal melalui dalil-dalil dan
pembuktian akal atau melalui wahyu yang disampaikan oleh para nabi itu
saja; tetapi dapat juga dikenal secara langsung, melalui pengalam
ruhani, apabila mata hati yang berada dalam diri manusia itu mendapat
pancaran sinar Ilahi -setelah mencapai tingkat kebeningan yang layak
untuk menerima anugerah yang tidak ternilai itu. Tetapi, bila pengenalan
langsung (marifah) itu telah dicapai, diri yang mengenal lalu
kehilangan wujudnya dalam Wujud yang dikenal itu karena dalam pandangan
orang arif yang sudah sampai ke sana, yang ada hanya satu saja; Allah.
Di antara para sufi ada yang mengungkapkan pengalaman kesufianan seperti
itu sebagai persatuan (ittihad) dengan Tuhan dan ada pula yang
mengatakan bahwa Tuhan telah bertempat di dalam dirinya (hulul).
SENANTIASA BERDZIKIR
Metode berzikir
tujuannya untuk mencapai intuisi ketuhanan, penghayatan, dan kedekatan
kepada Allah SWT. Kita melakukannya dengan menjalani shalat, puasa,
membaca al-Quran, naik haji dan berjihad. menyibukkan diri dengan
latihan-latihan kehidupan asketis atau zuhud yang keras, latihan
ketahanan menderita, menghindari kejahatan, dan selalu berusaha
mensucikan hati. Zikir inilah jalan yang tercepat untuk sampai kepada
Allah SWT. Setidaknya ada tujuh macam zikir mukadimah, sebagai pelataran
atau tangga yang disesuaikan dengan tujuh nafsu manusia. Ketujuh mcam
zikir ini diajarkan agar cita-cita manusia untuk kembali dan sampai
kepada Allah dapat selamat dengan mengendarai tujuh nafsu itu. Ketujuh
macam zikir itu sebagai berikut :
ZIKIR THAWAF, yaitu
zikir dengan memutar kepala, mulai dari bahu kiri menuju bahu kanan,
dengan mengucapkan Laa ilaha ( ) sambil menahan nafas. Setelah sampai di
bahu kanan, nafas ditarik lalu mengucapkan illallah ( ) yang dipukulkan
ke dalam hati sanubari yang letaknya kira-kira dua jari di bawah susu
kiri, tempat berserangnya nafsu lawwamah.
ZIKIR NAFI ISTBAT,
yaitu zikir dengan La ilaha illallah ( ), dengan lebih mengeraskan suara
nafinya, La ilaha ( ), ketimbang itsbatnya, illallah ( ), yang
diucapkan seperti memasukkan suara ke dalam empunya asma Allah.
ZIKIR ITSBAT FAQAT, yaitu berzikit dengan illallah ( ) 3 kali, yang dihujamkan ke dalam hati sanubari.
ZIKIR ISMU ZAT, yaitu
zikir dengan ; Allah ( ) 3 kali, yang dihujamkan ke tengah-tengah dada,
tempat bersemayamnya ruh yang menandai adanya hidup dan kehidupan
manusia.
ZIKIR TARAQI, yaitu
zikir ; Allah- Hu ( ), 2 kali. Zikir Allah diambil dari dalam dada dan
Hu dimasukkan ke dalam bait al-makmur (otak, markas pikiran). Zikir ini
dimaksudkan agar pikiran selalu tersinari oleh Cahaya Ilahi.
ZIKIR TANAZUL, yaitu
zikir Hu- Allah ( ) 2 kali. Zikir Hu diambil dari bait al-makmur, dan
Allah dimasukkan ke dalam dada. Zikir ini dimaksudkan agar seorang salik
selalu memiliki kesadaran yang tinggi sebagai insan Cahaya Ilahi.
ZIKIR ISIM GHAIB, yaitu
zikir Hu, Hu, Hu ( ), dengan mata dipejamkan dan mulut dikatupkan
kemudian diarahkan tepat ke tengah-tengah dada menuju ke arah ke dalam
rasa
Ketujuh macam zikir di
atas didasarkan kepada firman Allah ; Artinya : Dan sesungguhnya kami
telah menciptakan di atas kamu tujuh buah jalan (tujuh buah langit), dan
Kami tidaklah lengah terhadap ciptaan Kami (Q.S 23 : 17).
Demikian apa yang bisa disampaikan pada kesempatan yang mulia ini. Semoga ada manfaatnya untuk kita semua….
Dalam ruang iman dan kebijaksanaan,
Kematian tubuh berarti kehidupan jiwa
Korbankanlah nafsu tubuh,
Hingga kau bisa tinggal dalam kesadaran alam ruh
Comments
Post a Comment
tuliskan komentar anda untuk tanya jawab seputar ilmu di atas dan juga silakan menjawab komentar sedulur yang kira2 bisa menjawab isi komentar yang sudah ada.
terima kasih..