Tatacara Dan Aturan Yang Berlaku Dalam Sumpah Budaya 2011
SUMPAH BUDAYA 2011
Situasi
mental sosial-budaya bangsa yang cukup memprihatinkan sekarang ini
harus segera dicarikan jalan keluarnya dan harus ada langkah raksasa
agar ada keperdulian dari semua elemen bangsa untuk memelihara dan
menjaga budaya nusantara tidak sekedar parsial namun dalam scope
nasional secara komprehensif. Perlu pula dilakukan semacam revitalisasi
budaya bangsa dengan visi menjadi bangsa Indonesia yang berkarakter
(mempunyai jati diri), bermartabat dan terhormat.
Indonesia
kini adalah sebuah bangsa yang telah kehilangan jati dirinya. Bangsa
yang tidak lagi mengetahui apa dan bagaimana nilai-nilai interaksi
manusia dengan lingkungan alam dan lingkungan sosialnya terbangun sejak
ribuan tahun silam. Padahal dari nilai-nilai itu karakter jiwa suatu
bangsa terlihat. Setiap celah kesadaran dan aktivitas hidup individu
saat ini tidak lagi mencerminkan jati dirinya.
Bangsa
kita sudah tidak berbudaya, bobrok moralitas dan etikanya. Budaya kita
stagnan bahkan surut mundur ke wilayah masa lalu dimana kita hanya bisa
menjadi pasif menerima budaya dari luar tanpa mampu untuk menggeliat,
mewarnai dan kreatif menjalin sinergitas dengan budyaa yang dari luar.
Masalah ini mutlak segera dibahas dan dipecahkan bersama-sama. Kita
perlu menyadari bahwa banyaknya persoalan yang dihadapi bangsa ini
sangat kompleks menyangkut kehidupan sosial, ekonomi, politik dan
lainnya. Namun harus digarisbawahi kalau bidang-bidang tersebut sangat
terkait dengan krisis yang berlaku di lapangan kebudayaan.
Kita
mengakui budaya bangsa warisan leluhur kita sangat adiluhung. Namun
kenapa perhatian semua pihak terhadap budaya bangsa semakin lama semakin
rendah? Bangsa ini seakan menjadi bangsa yang tanpa budaya, dan
perlahan dan pasti suatu saat nanti bangsa ini pasti lupa akan budayanya
sendiri. Situasi ini menunjukan betapa krisis budaya telah melanda
negeri ini. Rendahnya perhatian pemerintah untuk menguri-uri budaya
bangsanya, menunjukan minimnya pula kepedulian atas masa depan budaya.
Yang semestinya budaya senantiasa dilestarikan dan diberdayakan. Muara
dari kondisi di atas adalah bangkrutnya tatanan moralitas bangsa.
Kebangkrutan moralitas bangsa karena masyarakat telah kehilangan jati
dirinya sebagai bangsa besar nusantara yang sesungguhnya memiliki
“software” canggih dan lebih dari sekedar “modern”. Itulah “neraka”
kehidupan yang sungguh nyata dihadapi oleh generasi penerus bangsa.
Kebangkrutan
moralitas bangsa dapat kita lihat dalam berbagai elemen kehidupan
bangsa besar ini. Rusak dan hilangnya jutaan hektar lahan hutan di
berbagai belahan negeri ini. Korupsi, kolusi, nepotisme, hukum yang
bobrok dan pilih kasih. Pembunuhan, perampokan, pencurian, pemerkosaan,
asusial, permesuman, penipuan dan sekian banyaknya tindak kejahatan dan
kriminal dilakukan oleh masyarakat maupun para pejabat. Bahkan oleh para
penjaga moral bangsa itu sendiri. Duduk persoalannya, orang kurang
memahami jika budaya bersentuhan langsung dengan sendi-sendi kehidupan
manusia di segala bidang dengan lingkungan alamnya di mana mereka hidup.
Sebagai contoh terjadinya kerusakan alam yang kronis menunjukkan dampak
tercerabutnya (disembeded) manusia dengan harmoni lingkungan alamnya.
Undang
Undang Dasar Negara RI tahun 1945 (UUD 1945) Pasal 32 ayat (1)
dinyatakan, “Negara memajukan kebudayaan nasional di tengah peradaban
dunia dengan menjamin kebebasa masyarakat dalam memelihara dan
mengembangkan nilai–nilai budayanya”. Sudah sangat jelas konstitusi
menugaskan kepada penyelenggara negara untuk memajukan kebudayaan
nasional Indonesia. Ini berarti negara berkewajiban memberi ruang,
waktu, sarana, dan institusi untuk memajukan budaya nasional dari mana
pun budaya itu berasal.
Amanah
konstitusi itu, tidak direspon secara penuh oleh pemerintah. Bangsa
yang sudah merdeka 66 tahun ini masalah budaya kepengurusannya
“dititipkan” kepada institusi yang lain. Pada masa yang lampau
pengembangan budaya dititipkan kepada Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, kini Budaya berada dalam satu atap dengan Pariwisata, yakni
Departemen Pariwisata dan Budaya. Dari titik ini saja telah ada
kejelasan, bagaimana penyelenggara negara menyikapi budaya nasional itu.
Budaya nasional hanya dijadikan pelengkap penderita saja.
Kita
ingat beberapa saat yang lalu kejadian yang menyita perhatian yaitu
klaim oleh negara Malaysia terhadap produk budaya bangsa Indonesia yang
diklaim sebagai budaya negara Jiran tersebut, antara lain lagu Rasa
Sayange, Batik, Reog Ponorogo, Tari Bali, dan masih banyak lainnya.
Apakah kejadian seperti ini akan dibiarkan terus berulang?
Seharusnya
peristiwa tragis tersebut dapat menjadi martir kesadaran dan
tanggungjawab yang ada di atas setiap pundak para generasi bangsa yang
masih mengakui kewarganegaraan Indonesia. Negara atau pemerintah
Indonesia semestinya berkomitmen untuk mengembangkan kebudayaan nasional
sekaligus melindungi aset-aset budaya bangsa, agar budaya Indonesia
yang dikenal sebagai budaya adi luhung, tidak tenggelam dalam arus
materialistis dan semangat hedonisme yang kini sedang melanda dunia
secara global. Sudah saatnya negara mempunyai strategi dan politik
kebudayaan yang berorientasi pada penguatan dan pengukuhan budaya
nasional sebagai budaya bangsa Indonesia.
Sebagai
bangsa yang merasa besar, kita harus meyakini bahwa para leluhur telah
mewariskan pusaka kepada bangsa ini dengan keanekaragaman budaya yang
bernilai tinggi. Warisan adi luhung itu tidak cukup bila hanya berhenti
pada tontonan dan hanya dianggap sebagai warisan yang teronggok dalam
musium, dan buku buku sejarah saja. Bangsa ini mestinya mempunyai
kemampuan memberikan nilai nilai budaya sebagai aset bangsa yang mesti
terjaga kelestarian agar harkat martabat sebagai bangsa yang berbudaya
luhur tetap dapat dipertahankan sepanjang masa.
Dalam
situasi global, interaksi budaya lintas negara dengan mudah terjadi.
Budaya bangsa Indonesia dengan mudah dinikmati, dipelajari,
dipertunjukan, dan ditemukan di negara lain. Dengan demikian, maka
proses lintas budaya dan silang budaya yang terjadi harus dijaga agar
tidak melarutkan nilai nilai luhur bangsa Indonesia. Bangsa ini harus
mengakui, selama ini pendidikan formal hanya memberi ruang yang sangat
sempit terhadap pengenalan budaya, baik budaya lokal maupun nasional.
Budaya sebagai materi pendidikan baru taraf kognitif, peserta didik
diajari nama-nama budaya nasional, lokal, bentuk tarian, nyanyian
daerah, berbagai adat di berbagai daerah, tanpa memahami makna budaya
itu secara utuh. Sudah saatnya, peserta didik, dan masyarakat pada
umumnya diberi ruang dan waktu serta sarana untuk berpartisipasi dalam
pelestarian, dan pengembangan budaya di daerahnya. Sehingga nilai-nilai
budaya tidak hanya dipahami sebagai tontonan dalam berbagai festival
budaya, acara seremonial, maupun tontonan dalam media elektronik.
Masyarakat,
sesungguhnya adalah pemilik budaya itu. Masyarakatlah yang lebih
memahami bagaimana mempertahankan dan melestarikan budayanya. Sehingga
budaya akan menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari. Dengan adanya
pemeliharaan budaya oleh masyarakat, maka klaim-klaim oleh negara lain
dengan mudah akan terpatahkan. Filter terhadap budaya asing pun juga
dengan aman bisa dilakukan. Pada gilirannya krisis moral pun akan
terhindarkan. Sudah saatnya, pemerintah pusat dan daerah secara terbuka
memfasilitasi partisipasi masyarakat dalam upaya penguatan budaya
nasional.
Dengan dasar di atas, kami bagian dari elemen bangsa ini bersumpah:
SUMPAH BUDAYA
1.
MENDESAK KEPADA PEMERINTAH UNTUK SERIUS MEMPERHATIKAN PEMBANGUNAN BUDAYA
DAN MEMPENETRASIKAN KE DUNIA PENDIDIKAN, EKONOMI, SOSIAL DAN POLITIK.
2. MENGELUARKAN KEBIJAKAN YANG MENDUKUNG LESTARINYA NILAI-NILAI BUDAYA LOKAL DAN NASIONAL YANG POSITIF DAN KONSTRUKTIF SEHINGGA MEMPERKUAT IDENTITAS DAN JATI DIRI BANGSA.
3. MENGGALANG SEMUA POTENSI BUDAYA YANG ADA MELALUI TATA KELOLA KEBUDAYAAN YANG BAIK DAN BENAR.
2. MENGELUARKAN KEBIJAKAN YANG MENDUKUNG LESTARINYA NILAI-NILAI BUDAYA LOKAL DAN NASIONAL YANG POSITIF DAN KONSTRUKTIF SEHINGGA MEMPERKUAT IDENTITAS DAN JATI DIRI BANGSA.
3. MENGGALANG SEMUA POTENSI BUDAYA YANG ADA MELALUI TATA KELOLA KEBUDAYAAN YANG BAIK DAN BENAR.
DITANDATANGANI DI YOGYAKARTA, 2 SEPTEMBER 2011
1. SABDA LANGIT
2. WONG ALUS
3. KI CAMAT
4. MAS KUMITIR
5. SABDO SEJATI
6. TOMY ARJUNANTO
7. KANEKO GATI WACANA
8. KANKTONO
9. ANTON. S
10. SUPARJO
11. WISNU ARDEA
Bagi
saudara sebangsa dan setanah air, silahkan bergabung dengan gerakan ini
dan menyebarkan sumpah budaya ini dengan ikut serta menyebarkan Sumpah
Budaya ini. Demikian pernyataan kami. Terima kasih. Salam Berbudaya.
Asah asih asuh.
2. WONG ALUS
3. KI CAMAT
4. MAS KUMITIR
5. SABDO SEJATI
6. TOMY ARJUNANTO
7. KANEKO GATI WACANA
8. KANKTONO
9. ANTON. S
10. SUPARJO
11. WISNU ARDEA
Comments
Post a Comment
tuliskan komentar anda untuk tanya jawab seputar ilmu di atas dan juga silakan menjawab komentar sedulur yang kira2 bisa menjawab isi komentar yang sudah ada.
terima kasih..